Banyumas – Sekolah bukanlah sekadar tempat untuk belajar materi akademik semata. Namun lebih dari itu, sekolah itu bisa dibaratkan sebagai laboratorium kebangsaan. Dimana sekolah adalah tempat berlatih merawat kebhinnekaan dan mempraktikkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Prof. Dr. Irfan Idris, MA., dalam sambutannya pada acara Dialog Kebangsaan bersama Satuan Pendidikan Tingkat SMA/SMK/MA dalam rangka Meningkatkan Toleransi dan Moderasi Beragama yang berlangsung di Pendopo Sipanji, Kabupaten Banyumas, Kamis (30/9/2025).
Acara Dialog Kebangsaan yang dihadiri tidak kurang dari 130 orang siswa dan 70 guru dari 38 SMA,SMK dan MA yang ada di Kabupaten Banyumas ini merupakan kolaborasi antara BNPT RI dengan Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dimana turut hadir anggota Komisi XIII DPR RI, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), H. Yanuar Arif Wibowo, SH.
“Bagi para siswa setidaknya ada tiga peran strategis yang harus diambil oleh adik-adik sekalian sebagai generasi muda. Pertama, sebagai generasi digital yang kritis dan bijak. kalian adalah digital natives yang lahir di era teknologi. Tetapi kecakapan di dunia digital bukan hanya soal seseorang mampu mengoperasikan aplikasi semata, tetapi juga soal kearifan menggunakannya,” ujar Prof. Irfan Idris.
Prof. Irfan meminta kepada para siswa untuk menjadi generasi yang memegang prinsip ‘Saring sebelum Sharing’. “Latih kemampuan berpikir kritis (critical thinking) untuk memverifikasi informasi, mengenali hoaks dan tidak mudah terprovokasi oleh konten yang memecah belah,” ujarnya.
Kedua, menurut Prof Irfan, para siswa harus bisa menjadi duta perdamaian dan harus bisa menjadi produsen atau pencipta konten positif. Dan kalau ruang digital ini dibanjiri narasi kebencian, para siswa diminta untuk jangan hanya diam. Kekosongan inilah yang harus segera diisi oleh para siswa.
“Kalian (para siswa) sebagai produsen konten yang paling kreatif, ayo gunakan kreativitas kalian untuk membanjiri media sosial dengan konten yang menyejukkan, narasi yang merangkul, dan pesan-pesan toleransi. Tunjukkan kepada dunia bahwa persahabatan lintas suku dan agama itu keren. tunjukkan bahwa moderasi adalah kekuatan,” kata mantan Direktur Deradikalisasi BNPT ini.
Hal itu dikarenakan menurutnya di jaman sekarang yang hidup di era serba keterbukaan informasi, dimana gawai dan media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya tantangan kebangsaan bagsa Indonesia juga semakin kompleks. Dimana kita dapat menyaksikan bagaimana narasi-narasi yang mengadu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan hoaks dengan sangat mudah menyebar dan menjadi viral.
“Di sinilah bibit-bibit intoleransi itu tumbuh. Dimana dari sinilah nilai-nilai moderasi beragama kita diuji. Dan di titik inilah peran satuan Pendidikan di sekolah baik itu guru dan terutama para siswa menjadi sangat vital,” ujarnya.
Lalu yang ketiga menurutnya, para siswa harus bisa juga untuk menjaga toleransi di lingkungan nyata. Karena toleransi bukanlah konsep abstrak yang hanya didiskusikan di ruangan dialog ini semata, tetapi toleransi adalah tindakan nyata yang harus dipraktikkan mulai dari lingkungan terdekat baik di ruang kelas, kantin ataupun juga di kegiatan ekstrakurikuler.
“Mulailah dengan hal sederhana seperti berteman tanpa memandang latar belakang, menghargai teman yang sedang beribadah sesuai keyakinannya dan berani menghentikan perundungan (bullying) atas dasar perbedaan apapun yang ada di lingkungan kalian,” ujarnya.
Untuk itu Prof Irfan mengingatkan bahwa tantangan bangsa Indonesia ini tidaklah ringan. Untuk menjaga perdamaian di tengah keragaman ini membutuhkan kedewasaan berpikir dan kelapangan hati. Tetapi dengan semangat, optimisme dan energi positif yang dimiliki para generasi muda, bangsa ini pasti bisa menghadapinya.
“Dialog ini harus menjadi pemantik untuk melahirkan komitmen dan aksi-aksi nyata di sekolah kita masing-masing. Jadikan sekolah kalian sebagai ‘zona nol’ terhadap segala bentuk intoleransi, radikalisme dan kekerasan,” ujarnya.
Untuk itu dirinya mengatakan bahwa dialog ini segaja digelar bagi Satuan Pendidikan utamanya bagi para generasi muda untuk mengimbangi narasi-narasi provokasi tersebut. Karena bukan tidak mungkin nanti para generasi muda itu menganggap bahwa apa yang dia baca itu adalah yang paling benar, karena kita tidak menghidangkan narasi alternatif.
“Narasi alternatif itu meliputi narasi kebangsaan, narasi empat konsensus berbangsa, narasi kearifan lokal, narasi kebhinekaan yang sebenarnya itu yang membuat Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dikenal dan berjaya di mata dunia,” ujarnya.
Dirinya juga menjelaskan kalau dialog ini juga menghadirkan para tenaga pendidik atau guru untuk memberikan pemahaman dan memperkuat daya tangkal dari penyebaran paham radikalisme, terorisme dan intoleransi. Karena kalau guru yang terpapar maka bukan tidak mungkin akan rusak generasi muda atau murid-muridnya. Tetapi kalau murid yang terpapar mungkin tidak terpengaruh ke guru
“Kareana kalau dari berbagai pengalaman yang terjadi tidak sedikit guru-guru bahkan ada guru besar di kampus itu itu sudah terpapar dan bahkan sangat-sangat membahayakan bagi imunitas berbangsa dan bernegara kita,” ujar Prof Irfan.
Dirinya mengatakan bahwa masa depan Indonesia ini tidak ditentukan oleh mereka yang paling keras berteriak menyebarkan kebencian di dunia maya. Tetapi masa depan Indonesia ini ditentukan oleh generasi muda yang paling kuat merangkul perbedaan dalam kehidupan nyata.
“Mari kita buktikan bahwa dari satuan pendidikan SMA, SMK, dan MA ini akan lahir generasi emas Indonesia yang cerdas, moderat, toleran, dan cinta tanah air. Mari kita jadikan forum ini sebagai energi baru untuk kerja nyata kita bersama dalam merawat Indonesia,” ujarnya mengakhiri.
Dalam sesi Dialog tersebut menghadirkan narasumber Direktur Pengkajian Ideologi dan Politik Lemhannas RI, Brigjen TNI Aloysius Nugroho Santoso, SE., MM., Kasubdit Kontra Propaganda BNPT, Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH., M. Krim., Akademisi dari Universitas Prof Dr. Hamka (Uhamka) Muhammad Abdullah Darraz, dan mitra deradikalisasi eks. Anggota Jamaah Islamiyah (JI), Suyono. Sesi dialog ini dipandu Redaktur Pelaksana Pusat Media Damai (PMD) BNPT, Abdul Malik, MA., selaku moderator
Turut hadir mendampingi Prof Irfan Idris dalam acara dialog tersebut yakni, Direktur Deradikalisasi, Brigjen Pol Iwan Ristyanto, S.Ik, Kasubdit Bina Dalam Lapas, Kolonel Mar. Wahyu Herawan dan jajaran staf. Sementara diri pihak Pemerintah Kabupaten Banyumas yakni Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP), Sugeng Amin, SH., MH., yang mewakili Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono yang berhalangan hadir serta jajaran perwakilan Forkopimda Kabupaten Banyumas. Hadir pula Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Banyumas, Joko Pramono,SE.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!