Gorontalo — Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMGO) menjadi tuan rumah penyelenggaraan Gorontalo Symposium on Counter-Terrorism & AI-Powered Academic Writing yang berlangsung pada Senin (24/11/2025), di Aula Fakultas Kedokteran UMGO. Ajang ilmiah ini mempertemukan 25 akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset untuk membahas pencegahan ekstremisme kekerasan dan pemanfaatan kecerdasan buatan dalam penulisan akademik.
Peserta simposium berasal dari beragam disiplin ilmu—mulai dari sosial-humaniora, hukum, pendidikan, kebijakan publik, komunikasi, ekonomi, hingga perikanan. Mereka memaparkan draf artikel ilmiah yang berorientasi pada penguatan budaya damai, kolaborasi riset, dan ketahanan nasional.
Wakil Rektor II UMGO, Dr. Salahudin Pakaya, M.H., dalam sambutannya menuturkan bahwa kampus harus menempatkan riset sebagai fondasi utama untuk mencapai daya saing global.
“Jika ingin menjadi perguruan tinggi unggul seperti kampus besar di Eropa, riset harus menjadi pondasinya. Inovasi lahir dari penelitian yang kuat. UMGO siap memperluas kerja sama produktif demi kemajuan daerah dan bangsa,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Dr. Salahudin turut menyerahkan buku Kesadaran Anak Muda kepada FKPT Gorontalo sebagai bentuk dukungan terhadap penguatan literasi damai dan moderasi beragama.
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen TNI Dr. Sigit Karyadi, S.H., M.H., menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dalam menghadapi dinamika terorisme di era global.
“Akademisi memegang tiga peran strategis: menguasai pengetahuan ilmiah, membentuk karakter mahasiswa yang cinta damai, dan mengabdi kepada masyarakat melalui edukasi publik tentang toleransi. Kerja sama multidisiplin seperti ini akan memperkuat keamanan negara,” tegasnya.
Ketua FKPT Gorontalo sekaligus Founder The Gorontalo Institute, Dr. Funco Tanipu, M.A., mengapresiasi UMGO sebagai penyelenggara utama forum ilmiah tersebut.
“Ini simposium pertama di Gorontalo yang mempertemukan lintas instansi, lintas kampus, dan lintas peneliti dalam satu ruang untuk membahas isu spesifik terorisme. Semua peserta hadir sebagai narasumber,” katanya.
Ia berharap simposium ini dapat berlanjut dalam bentuk publikasi jurnal, prosiding, maupun buku ber-ISBN, serta membuka ruang-ruang kolaborasi riset antarperguruan tinggi.
Gelaran yang diikuti 25 akademisi itu berlangsung interaktif dengan diskusi tematik mengenai ekstremisme, perdamaian, literasi digital, hingga pemanfaatan AI untuk meningkatkan mutu penulisan akademik dan publikasi ilmiah.
Panitia menutup kegiatan dengan harapan bahwa forum ini dapat menjadi momentum baru dalam memperkuat kontribusi akademisi terhadap terciptanya masyarakat yang toleran, aman, dan berdaya saing.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!