Jambi – Jika pemberitaan media massa pers menempatkan Kode Etik Jurnalistik sebagai aturan dasar, terdapat kode etik qurani yang seharusnya dipakai oleh masyarakat dalam menyebarluaskan informasi melalui media sosial. Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pers, Ahmad Jauhar.
“Ada ayat al-Quran yang berbunyi janganlah campur baurkan kebenaran dengan kebathilan, dan janganlah kamu sembuyikan kebenaran sedangkan kamu mengetahui-Nya. Jadikan ini sebagai kode etik, kode etik qurani ketika kita akan menyebarkan informasi di media sosial,” kata Jauhar saat menjadi pemateri di kegiatan Literasi Digital sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat di Kota Jambi, Kamis (31/5/2018).
Dengan adanya ayat tersebut, Jauhar menegaskan agama sejatinya mengharamkan setiap penganutnya menyebarluaskan informasi bohong atang hoax. “Agama sudah tegas mengharamkan. Demikian juga hukum positif kita, yang tegas menyebut menyebarkan hoax bisa dipidanakan,” tambahnya tegas
Terkait peredaran hoax yang diidentifikasi turut berperan memicu lahirnya radikalisme dan terorisme, masih kata Jauhar, tak lepas dari kemajuan teknologi. Data yang dimiliki Dewan Pers menyebutkan, hanya dalam rentang 1 tahun, yaitu 2016 – 2017 telah terjadi lonjakan pengguna internet sebesar 3%.
“Standar internasional internet bisa diakses oleh anak usia di atas 13 tahun, tapi di Indonesia tidak. Anak-anak kita di bawah 13 tahun sekarang sudah memegang gadget. Ini bahaya, karena mereka bisa menjadi target perekrutan pelaku terorisme,” jelas Jauhar.
Atas dasar itu Dewan Pers mendukung sepenuhnya adanya literasi digital untuk kepentingan pencegahan terorisme yang diinisiasi oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jambi tersebut. Ditegaskannya, pihaknya siap bersinergi untuk terus dilakukannya literasi di tengah masyarakat.
“Kita butuh kecerdasan dan kebijakansanaan saat menggunakan media sosial. Melalui literasi semacam ini kecerdasan masyarakat bisa kita bangun,” tegas Jauhar.
Di kesempatan yang sama Jauhar juga mengingatkan redaksi media massa pers untuk berhati-hati ketika menjadikan informasi di media sosial sebagai bahan pemberitaan. Langkah cek dan ricek ditekankannya untuk terus dilakukan.
“Ada sebuah blog yang didesain sedemikian rupa seolah-olah media pers resmi. Memberitakan hoax, mesin pembunuh itu bernama Densus 88. Ironisnya ada redaksi media massa pers yang mengutip dan menayangkannya di medianya. Saya tegaskan, redaksi media massa pers harus lebih berhati-hati mencari sumber berita,” tutup Jauhar.
Kegiatan Literasi Digital sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat di Kota Jambi terlaksana atas kerjasama BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jambi. Di kegiatan ini peserta tidak hanya dikenalkan bagaimana membedakan berita dan hoax, namun juga dilatih membuat konten positif sebagai materi kontranarasi terhadap radikalisme dan terorisme. [shk/shk]