Khawatir ISIS Bangkit, AS Kirim Kendaraan Tempur ke Suriah

Washington – Amerika Serikat (AS) telah mengerahkan kendaraan lapis baja ke Suriah dan sebuah kapal induk telah dipindahkan ke posisinya di Teluk untuk melindungi pasukan AS setelah tentara terluka oleh patroli militer Rusia bulan lalu dan kekhawatiran akan kebangkitan kembali ISIS.

“Angkatan Darat mengirim Kendaraan Tempur Bradley ke Suriah Timur Laut untuk memberi pasukan lebih banyak perlindungan dalam misi yang sedang berlangsung untuk mengalahkan ISIS,” ujar Juru Bicara koalisi, sebagaimana dikutip Dailymail, Minggu (20/9).

Kapal induk USS Nimitz juga memasuki Teluk Persia pada hari Jumat bersama dengan dua kapal penjelajah berpeluru kendali, memungkinkan pesawat Angkatan Laut untuk menerbangkan misi di atas Suriah dan Irak dan melindungi pasukan yang ditempatkan di wilayah tersebut.

Peningkatan kehadiran militer Amerika di Suriah terjadi setelah ISIS mengklaim sekitar 100 serangan di Irak pada bulan Agustus lalu, yang memicu kekhawatiran bahwa kelompok teroris tersebut muncul kembali.

Hal ini terjadi meskipun Donald Trump mengklaim pada bulan Oktober tahun lalu bahwa dia telah mengalahkan 100 persen Kekhalifahan ISIS dan minggu ini bersikeras bahwa pasukan AS keluar dari Suriah.

Juru bicara Operation Inherent Resolve (OIR) Col Wayne Marotto menulis dalam akun Twitter-nya pada Jumat, 18 September 2020 bahwa Bradleys, pengangkut personel lapis baja AS, telah dikirimkan ke timur laut Suriah sebagai bagian dari perang melawan ISIS.

“Memposisikan M2A2 Bradley di Timur Laut Suriah untuk memberikan dukungan perlindungan kekuatan dalam melanjutkan misi #KalahkanDaesh. @Coalition terus mendukung mitra kami membawa perjuangan melawan Daesh,” tulis Col Wayne Marotto dalam akun Twitter-nya.

Hal ini dilakukan karena kekhawatiran yang berkembang bahwa ISIS sedang membangun benteng di wilayah tersebut lagi dan menimbulkan ancaman yang meningkat baik di tanah domestik maupun asing, menyusul serentetan serangan bulan lalu.

Sekitar 100 serangan ISIS terjadi di Irak pada Agustus, meningkat 25 persen dari Juli, menurut Konsorsium Riset dan Analisis Terorisme.