Jakarta – Ketika berbicara terorisme, maka harus bicara akar-akarnya. Penegaskan itu disampaikan oleh Anggota Komisi VIII DPR RI Dr. KH. Maman Imanulhaq saat menjadi narasumber pada Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Pimpinan Pondok Pesantren se-Jabodetabek di Ballroom Hotel Kartka Chandra, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
“Saya ingin mengatakan bahwa terorisme berawal dari paham radikalisme yaitu puritanisme. Puritaneisme melahirkan radikalisme, dan radikalisme melahirkan terorisme. Pertanyaannya apa ciri puritanisme?” ungkap Maman yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka ini.
Menurut Kang Maman, panggilan karibnya, ada ciri puritanisme. Pertama adalah literalis yaitu mereka (teroris) hanya memakai satu ayat, satu referensi yang tidak pernah berubah dan tidak pernah mencari referensi lain. Dan itu banyak terjadi di kalangan masyarakat. Ia mencontohkan ada orang yang hanya sebentar di pesantren, tapi pulang ke rumah langsung bergaya sufi.
Literalis ini banyak dipakai orang-orang yang suka membenturkan upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh polisi yang akhirnya mental karena dibenturkan dengan ayat Al Quran. Padahal hal itu seharusnya tidak terjadi karena polisi sebagai alat pemerintah jangan pakai ayat suci, tapi ayat konstitusi.
Ciri kedua, ungkap Kang Maman, adalah ahistoris. Ia memberi contoh dulu KH HOS Cokroaminoto mempunyai murid-murid seperti Ir. Soekarno, Muso, dan Kartosuwiryo, dan lain-lain. Ir Soekarno akhirnya mendirikan PNI, Muso PKI, dan Kartosuwiryo DI/TII. Itu adalah proses kebangsaan dari keberadaan Indonesia dan itu tidak mudah membuat negara besar seperti Indonesia, kecuali kita meyakini bahwa islam itu adalah pondasi besar negara ini..
Sejauh ini, ia menilai musuh Indonesia itu ada dua yaitu kelompok transnasional yang tidak percaya NKRI dan Pancasila. Mereka selalu bilang itu lebih hebat, seperti islam di timur tengah, Kedua orang yang transnasional yang dibayar.
“Saya tahu persis isu syiah dan sunni. Itu hanya upaya kelompok tertentu untuk membuat kita bertengkar. Itu isu yang dibuat. Kita harus belajar sejarah, membuktikan pesantren identik islam rahmatan lil alamin,” tuturnya.
. Tapi kalau ada orang yang baru tahu pesantren teriak-teriak, kita betul-betul dipemainkan kelompok yang tidak suka dengan agama.
Ketiga kelompok puritanisme punya ciri anti dialog, tak mau berdiskusi, dan tidak mau ukhuwah. Kang Maman mengaku sering mengudang masyarakat lintas agama ke Pondok Pesantrennya di Majalengka. Di situ dilakukan diskusi tentang kiamat dan masalah-masalah yang selama ini sering jadi gesekan.
“Kalau mengaku islam ini benar, dakwah kita harus memerikan argumen, tetapi tetap waspada, karena ada orang yang ganjen, sentil, sok dialog dengan umat lain, tapi dialog hanya romantisme. Dialog itu harus membuka bahwa ada retak-retak dalam hubungan beragama. Kita harus tanya kenapa gereja kosong, kenapa masjid tidak laku?” papar Maman.
Yang terakhir puritanisme itu licik yang selalu mencari kesalahan dan kelemahan orang untuk mendapatkan keuntungan pribadi.