Jakarta – Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menegaskan bahwa selama ini pengertian hijrah telah dibelokkan oleh kelompok radikal terorisme, terutama ISIS, untuk membenarkan aksi mereka untuk berperang mendirikan negara di Suriah. Menurutnya, hijrah itu tidak ada urusannya dengan perang, apalagi membunuh antar sesama dengan cara-cara yang sangat kejam.
“Kalau ada yang mengatakan hijrah itu untuk persiapan perang, itu menyalahi makna Islam,” tegas KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Senin (3/10/2016).
Umat Islam seluruh dunia baru saja memperingati tahun baru 1 Muharram 1438 Hijrayah yang jatuh pada Minggu, 2 Oktober 2016 kemarin. KH Hasyim Muzadi berharap, umat Islam menjadikan momentum tahun baru ini untuk berintrospeksi terutama dalam menyikapi keberadaan kelompok radikal terorisme ISIS yang banyak menyelewengkan makna Islam dalam menghalalkan aksi-aksi terorismenya.
Ia menjelaskan bahwa pihak-pihak yang mengartikan hijrah sebagai persiapan perang, itu lebih banyak bersifat politis, daripada ajaran agama Islam karena Islam tidak mengajarkan itu. Ia juga menegaskan orang-orang yang seperti itu bukanlah orang Islam.
Pembelokan pengertian hijrah itu, lanjut KH Hasyim Muzadi, terjadi karena faktor politik global dan nasional. Selain itu juga dipengaruhi faktor ketidakadilan ekonomi, juga fanatisme golongan yang berlebihan sehingga menganggap orang diluar dirinya itu kafir dan diluar pemahamannya itu tidak Islam.
“Orang Islam begitu beriman, dia harus beramal sholeh, bukan beriman lalu perang. Kalau umat Islam mau melakukan amal kebaikan dan amal sholeh di bidang muamalah dan tata sosial maka Isam itu akan mulia karena hadirnya mensejahterakan dan mengadilkan masyarakat. Tapi kalau Islam dipakai memerangi orang, maka yang timbul Islam itu kejam. Padahal itu bukan Islam, itu orang yang salah mengartikan dan menggunakan keislamannya,” papar anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini.
Pimpinan Pondok Pesantren Al Hikam ini menjelaskan bahwa makna hijrah sebenarnya ada dua. Pertama karena waktu itu posisi Rasulullah Nabi Muhammad SAW dan umat Islam diusir oleh orang-orang Quraisy dari Mekkah. Kejadian itu merupakan peristiwa sejarah politis sosiologis.
Kedua, hijrah itu adalah pengembangan ajaran Rasulullah. Setelah 13 tahun menjalankan misinya tentang tauhid dan ibadah langsung ke Allah SWT (hablum minallah), waktu hijrah turunlah ayat-ayat tentang muamalah tentang tata sosial dalam ajaran Islam. Misalnya tentang perkawinan, zakat, persatuan, keadilan, kerukunan, dan juga kesejahteraan masyarakat.
“Jadi hijrah itu menjadi momen dari hablum minallah menjadi hablum minannas,” tukas KH Hasyim Muzadi.