KH. Arwani Faishal: Peduli Terhadap Urusan Umat BNPT Jalankan Hadits Nabi

BANTEN – Dialog cegah paham radikalisme dan terorisme yang diselenggarakan di Pesantren Al-Fathaniyyah Serang Banten kedatangan narasumber dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Dia adalah KH Arwani Faishal yang menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI. Kehadiran Kyai Arwani dalam dialog ini sebagai bagian dari upaya bersama mencegah terorisme.

Dalam pidatonya, Kyai Arwani mengibaratkan kehadiran ISIS sebagai penyakit stadium empat. Bahkan, sepak terjang ISIS sudah dianggap lewat stadium lanjut karena sudah sangat parah. Keberadaannya sudah sangat mengganggu dan bisa diamputasi karena sudah sangat membahayakan.

Logika ISIS sebagai gerakan radikal stadium empat menandakan bahwa radikalisme terjadi secara berjenjang. Radikalisme sebagai paham telah berkembang sejak stadium 1 atau yang “paling lunak”. Meskipun lunak stadium 1 tetaplah penyakit yang harus segera ditangani. Kalau tidak, dia akan meningkat menjadi stadium 2, 3, 4, atau lanjut.

“Saya senang negara yang diwakili BNPT dalam hal ini peduli terhadap masalah umat Islam, karena radikalisme terorisme ini adalah penyakit yang sekarang menjerat umat Islam, langkah BNPT sesuai ajaran Nabi yang menyebut ‘siapapun yang tidak peduli terhadap urusan umat Islam bukanlah bagian dari umat Nabi Muhammad’, dan BNPT telah menunjukkan kepedulian terhadap masalah umat Islam,” kata KH Arwani Faishal menjelaskan, Selasa (20/10/2015).

Kehadiran negara menurut Kyai Arwani adalah untuk melindungi keselamatan rakyat dari kehancuran, termasuk yang diakibatkan oleh radikalisme dan terorisme. Prinsip kehadiran negara yang mengayomi dan mengatur kehidupan masyarakat itulah yang dalam literatur fikih Islam disebut sebagai khilafah. Dengan demikian, dalam perspektif Kyai Arwani Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk khilafah yang sah dan diakui oleh Islam.

“Jadi untuk apa memaksa mendirikan negara berlabel Islam, toh Indonesia sudah sesuai dan dapat disebut negara Islam?” Ujar Kyai Arwani merinci.

Gagasan radikal yang seperti itu pula menjadi tanggung jawab negara untuk membendungnya. Jangan sampai gagasan radikal yang awalnya hanya berupa wacana berubah menjadi aksi terorisme. Kalau wacana itu sudah berubah menjadi aksi yang akan terkena dampak negatifnya adalah seluruh komponen masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam.

Bersama cegah terorisme!