Kewarganegaraannya Sempat Dicabut, Pengantin ISIS Diizinkan Pulang ke Inggris

London – Pengadilan banding Inggris akhirnya mengizinkan ‘pengantin’ ISIS Shamima Begum pulang. Sebelumnya, pemerintah Inggris pernah mencabut kewarganegaraan Shamima yang merupakan imigran dari Bangladesh, akibat bergabung dengan ISIS.

Dilansir AFP, Kamis (16/7/2020), Shamima memperkarakan legalitas keputusan pemerintah di Komisi Banding Imigrasi Khsus (SIAC), di mana dia sempat kalah Februari lalu. Namun keputusan itu dimentahkan pengadilan banding yang menyatakan, Shamima Begum tidak bisa mendapatkan proses secara adil atau memainkan peranan penting, karena dia tinggal di kamp pengungsian Suriah. Karena itu, tiga hakim di Pengadilan Banding kemudian memutuskan untuk mencabut putusan dari SIAC.

“Nona Begum harus harus diizinkan kembali ke Inggris dan mengejar bandingnya sesuai atas kontrol yang dilakukan menteri luar negeri,” jelas hakim banding.

Shamima masih berusia 15 tahun ketika bersama dua temannya, dia kabur dari Bethnal Green, London, ke Suriah dan bergabung bersama ISIS. Sesampainya di Suriah pada 17 februari 2015, dia mengaku menikah dengan anggota asal Belanda, dalam wawancara pada Februari tahun lalu.

Wawancara tersebut menjadi perbincangan internasional tidak hanya karena kisahnya. Tapi juga dia mengaku ingin kembali ke Inggris setelah bertahun-tahun meninggalkan rumah. Dia menceritakan sudah mempunyai tiga anak, dengan dua anak pertamanya tewas saat tinggal di kekuasaan ISIS. Sementara yang terakhir meninggal tak lama setelah dilahirkan.

Menteri luar negeri saat itu, Sajid Javid, langsung mencabut kewarganegaraan Shamima setelah ceritanya menuai perhatian dunia. Orangtua Shamima berasal dari Bangladesh. Meski begitu, kementerian luar negeri setempat mengindikasikan tidak akan menampungnya.

Pengacaranya, Daniel Furner, mengatakan kliennya tidak punya kesempatan memperjuangkan keadilan, sehingga mengecam keputusan London. Pasca-keputusan yang dikeluarkan pengadilan banding, kelompok pembela HAM Liberty menyambut baik, dengan menyatakan pemerintah seharusnya tak mengesampingkan haknya.

“Ini merupakan bagian paling dasar dalam sistem keadilan kita. Semua orang harus mendapatkan hak setara mengakses sistem hukum,” jelas Liberty.

Kementerian Luar Negeri Inggris merespons putusan tersebut dengan menyatakan mereka “kecewa”, dan bakal berusaha mengajukan peninjauan lagi.