Bogor – Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang Tindak Pidana Terorisme, H.R. Muhammad Syafi’i, mengatakan bahwa penanganan teroris di Indonesia sudah berlangsung dengan SOP yang kita gunakan. Akan tetapi ternyata masih kurang efektif penanganannya. Hal ini disampaikan dalam kunjungan anggota Pansus RUU tentang Tindak Pidana Terorisme ke kantor Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Bogor, pada Kamis (06/10/2016).
Menurutnya, kurang efektifnya penanganan terorisme terbukti dengan pertumbuhan sel-sel baru terorisme di masyarakat dengan cara yang semakin canggih dan jumlah yang semakin besar. Hal inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah karena sel-sel di masyarakat akan menjadi bahaya besar bagi negara.
“Pemahaman terorisme tidak seperti bakteri yang bisa diobati dengan antibiotik, tapi seperti virus yang harus kita hilangkan dengan imunisasi. Kita harus mempertinggi imunitas warga kita supaya tidak mudah terinfiltrasi radikal-terorisme,” kata Muhammad Syafi’i.
Terkait hal tersebut, Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Suhardi Alius, mengatakan bahwa pola-pola yang digunakan oleh kelompok radikal dan teroris sering berganti. Pola yang digunakan pun dari hari ke hari semakin canggih.
“Ketika pola melawan dirasa tidak efektif, mereka menggunakan cara merangkul. Mereka masuk dan bergabung ke masyarakat bahkan ke badan-badan pemerintah yang strategis,” jelas Kepala BNPT.
Hal inilah yang membuat pihak BNPT dan anggota Pansus RUU tentang Tindak Pidana Terorisme merasa perlu untuk melihat kembali pasal pasal di UU Tindak Pidana Terorisme. Kepala BNPT berharap diskusi di pertemuan ini bisa memberikan hal positif bagi Indonesia.
“Baiknya jika pertemuan ini bisa memberikan jalan bagaimana cara kita mempersatukan bangsa ini dan menanggulangi kelompok radikal dan teroris. Dan semoga nantinya pasal-pasal di UU tentang tindak pidana terorisme bisa dielaborasi lagi menjadi lebih efektif,” kata Kepala BNPT.