Ketua MPR dan Presiden GCTP Teken MoU Penyebarluasan Budaya Toleransi dan Perdamaian

Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Presiden the Global Council for Tolerance and Peace/GCTP (Dewan Toleransi dan Perdamaian Global) H.E Mr. Ahmed Bin Mohamed Aljarwan menandatangani nota kesepahaman tentang penyebarluasan budaya toleransi dan perdamaian.

Ruang lingkup kerja sama tersebut, antara lain MPR RI dan GCTP akan menjalin hubungan untuk saling bertukar isu keparlemenan dalam bidang toleransi dan perdamaia. Kemudian berkonsultasi dan saling membantu untuk membahas berbagai isu yang menjadi kepentingan bersama di bidang toleransi dan perdamaian.

Selain itu kerja sama yang dilakukan untuk mengambil berbagai langkahuntuk mengembangkan kerja sama parlemen dalam berbagai arsip yang mewakili kepentingan bersama di bidang toleransi dan perdamaian. Kerja sama lainnya berkonsultasi apabila diperlukan, khususnya saat menyelenggarakan berbagai acara bersama dan kolaboratif.

“Sebagai rumah besar kebangsaan yang terdiri dari anggota DPR RI dan DPD RI, MPR RI memiliki program penguatan karakter bangsa dan pembangunan wawasan kebangsaan, melalui program Sosialisasi Empat Pilar MPR RI,” kata Bamsoet seusai menandatangani nota kesepahaman antara MPR RI dengan GCTP, Gedung Nusantara III Komplek Parlemen, Selasa (8/8).

Melalui program ini, MPR memasyarakatkan nilai-nilai kearifan lokal kepada segenap elemen bangsa. “Termasuk nilai-nilai toleransi dan perdamaian,” ujarnya.

Turut hadir antara lain, Anggota MPR RI sekaligus Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar Dave Laksono, Direktur Wahid Institute yang juga Pendiri GCTP Yenny Wahid, serta Manajer Kantor President GCTP Farres Mekky.

Ketua DPR RI ke-20 ini, menjelaskan delapan pendiri GCTP antara lain, Indonesia, Amerika Serikat, Argentina, Uni Emirat Arab, Comoros, Albania, India dan Mesir. Kantor pusat di pulau Malta dan kantor
penghubung di seluruh dunia. Misi utama GCTP adalah menyebarkan budaya toleransi untuk mencapai perdamaian dunia.

Saat ini, GCTP beranggotakan berbagai tokoh perdamaian dunia dari sekitar 50 negara, termasuk Indonesia. Perjuangan GCTP fokus pada penangkalan bahaya terorisme, fanatisme, kebencian, pembersihan etnis, sektarianisme, dan ekstremisme ras. Berbagai paham tersebut tumbuh dan berkembang seperti kanker yang membahayakan perdamaian dunia.

“Kerjasama MPR RI dengan GCTP tidak lain karena Indonesia dipandang sebagai negara besar yang telah mendapat pengakuan sebagai negara toleran di dunia. Diharapkan sikap toleransi yang berkembang di
Indonesia, bisa ditularkan ke berbagai negara lain untuk mewujudkan perdamaian dunia,” kata Bamsoet.

Dia menekankan, pentingnya merawat toleransi juga tidak lepas dari kondisi global yang saat ini terus memprihatinkan. Terlihat dari indeks perdamaian global yang terus memburuk dan mengalami penurunan
hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir, sebagaimana terungkap dari rilis Institut Ekonomi dan Perdamaian (Institute for Economics and Peace).

“Saat ini, ketika kami sedang mendorong komitmen global untuk menjaga semangat perdamaian, di belahan bumi yang lain, konflik bersenjata juga masih terus berkecamuk,” ujarnya.

Menurut Bamsoet, tidak hanya perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan ratusan ribu korban tewas dan puluhan juta warga mengungsi. “Tapi juga di beberapa negara lainnya yang hingga saat ini masih berjibaku menghadapi konflik”.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, intoleransi juga telah menyebabkan kebebasan beragama di seluruh dunia mengalami tekanan. Banyak negara termasuk negara-negara maju di Eropa, masing-masing pernah mengalami masa dimana kekerasan atas nama agama menjadi bagian dari sejarah kelam. Karena itu, sangat penting untuk senantiasa mengkampanyekan sikap toleransi yang juga dibarengi dengan moderasi dalam kehidupan beragama.

“Moderasi dalam kehidupan beragama tidak dimaknai untuk mengabaikan ajaran nilai-nilai agama. Karena sesungguhnya nilai-nilai agama akan selalu melekat dan mewarnai kehidupan keseharian kita, yang mengajarkan kita untuk menjaga hubungan silaturahmi yang harmonis dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan,” ujar Bamsoet.