Palu – Para kontestan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diimbau tidak
membawa-bawa agama dalam politik praktis untuk kepentingan tertentu.
Ini penting karena politisasi agama bisa merusak kerukunan dan
persatuan bangsa.
“Politik identitas berbasis agama hanya akan merusak dan menghancurkan
kerukunan umat beragama,” kata Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah Prof. Dr. KH. Zainal Abidin di Palu,
Senin (1/1/2024).
Menurut Prof Zainal, agama harus ditempatkan pada tempatnya oleh semua
pihak, sebab penggunaan politik identitas berbasis agama sangat
kontradiksi dengan nilai-nilai ajaran setiap agama. Pasalnya, agama
salah satu fungsinya untuk mendorong dan menginspirasi penganutnya
mewujudkan perdamaian dan kemaslahatan bersama.
“Bila agama dibawa ke dalam politik praktis, bukan hanya mengancam
semangat nasionalisme, tetapi lebih dari itu akan mengancam kerukunan
umat beragama,” tegasnya.
Selain itu, imbuhnya, politik identitas berbasis agama mencederai
kesucian dan kesakralan agama. Karena agama diperalat untuk
kepentingan politik sesaat, yang dapat menimbulkan perpecahan dan
merusak keharmonisan hidup masyarakat. “Maka tidak boleh agama dibawa
ke dalam kepentingan politik,” terang Prof Zainal.
Saat ini proses pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 telah sampai pada
tahapan kampanye pemilu. Di tahapan ini, peserta pemilu dapat
menyosialisasikan gagasan pembangunan dan sosialisasi jati diri.
Zainal Abidin yang juga sebagai Rais Syuriah PBNU mengimbau kepada
peserta pemilihan umum agar tidak perlu mengedepankan membawa – bawa
identitas SARA dalam tahapan kampanye 2024.
“Tidak perlu membawa-bawa simbol-simbol atau gerakan-gerakan ibadah
agama dalam kampanye, tidak perlu membawa identitas SARA apalagi
agama. Berkampanyelah dengan gagasan membangun yang baik,” imbuhnya.
Dia menambahkan, politik identitas apapun bentuknya tidak dapat
menciptakan iklim demokrasi yang sehat. Serta tidak mendidik
masyarakat dalam konteks pendidikan demokrasi.