Ketika Terorisme Menggumpal Menjadi Keyakinan

Jakarta – Sebagai sebuah kejahatan luar biasa, terorisme menghalalkan segala cara untuk menciptakan sekian banyak bencana. Terorisme pun telah menjadi ancaman nyata yang memerlukan penanganan secara cepat dan tepat agar ia tidak semakin berkembang dan menghancurkan sendi-sendi utama kemanusiaan.

Disampaikan oleh Deputi II BNPT bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Irjen (Pol) Arief Dharmawan dalam Rapat Koordinasi Program Deradikalisasi yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hari ini, Kamis (18/02/16) di Jakarta bahwa penanganan terorisme tidaklah mudah. Terutama jika terorisme telah menggumpal menjadi sebuah keyakinan.

Ia menceritakan seorang anak berusia 13 tahun yang telah lantang mengkafirkan ibu kandungnya sendiri hanya lantaran perbedaan pemahaman dalam hal agama. Hal ini dipandangnya sebagai sesuatu yang sangat mengkhawatirkan.

Para teroris yang telah begitu yakin bahwa terorisme adalah bagian dari keimanannya diakuinya sangat sulit untuk diajak berdialog, menurutnya ada banyak teroris yang menolak untuk berdialog dengan orang dari kelompok lain. Para teroris ini akan sangat mudah melabeli orang lain yang memiliki pemahaman berbeda sebagai thogut, sehingga jangankan untuk berdialog, bertemu pun mereka tidak akan mau.

Hal lain yang juga menyita perhatiannya adalah kondisi para sipir penjara yang tidak jarang diintimidasi dan bahkan diancam. Jumlah sipir dipandangnya kalah jauh dibanding jumlah narapidana, “Jumlah sipir di lapas hanya tiga orang, sementara napinya ada 300,” ungkapnya.

“Para sipir ini juga sering diancam, ‘saya tahu dimana alamatmu, anakmu sekolah dimana, dll’. Ini tentu tidak mengenakkan.”

Ia pun meminta kepada para aparat polisi, TNI dan lembaga resmi pemerintah lainnya yang hadir dalam rapat koordinasi ini untuk sering-sering berkunjung ke lapas, memberi semangat kepada para sipir dan menunjukkan bahwa mereka tidak sendiri. Dengan semangat kebersamaan itu, ia yakin terorisme dapat dikalahkan