Kelompok radikal terorisme dewasa ini semakin massif dan semakin berani menunjukkan keberadaanya melalui dunia maya. Salah satunya, kelompok ini kerap melayangkan ancaman kepada pemerintah melalui berbagai cara. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pergerakan kelompok ini di dunia maya telah semakin pesat berkembang dan tentu akan menjadi ancaman yang semakin menghawatirkan.
Dunia maya (cyberspace) menjadi ranah yang paling diminati saat ini oleh kelompok radikalisme untuk melakukan propaganda bahwa dengan berlindung di balik jubah simbol keagamaan. Kelompok radikalisme memelintir ayat dan menjadikan setiap dalil agama menjadi begitu menyeramkan bahkan kematian seorang anak kecil asal Indonesia (korban paham radikalisme) di Suriah tidak menjadikan kelompok radikalisme menjadi sadar bahwa apa yang mereka lakukan jauh dari nilai – nilai keagamaan. Namun justru peristiwa tersebut dijadikan alat propaganda kesahihan perilaku sesat mereka.
Pasca tragedi bom Bali mengguncang tanah air, perburuan terhadap kelompok dan jaringan teroris di Indonesia terus dilakukan secara massif. Sel–sel gerakan paham radikalisme semakin dipersempit ruang geraknya. Pola propaganda yang biasa dilakukan melalui berbagai kegiatan pertemuan ekslusif (Liqo’) antar anggota kelompok tidak bisa lagi dijalankan secara bebas. Selain aparat keamanan yang terus memantau pergerakannya, masyarakatpun telah secara sadar ikut berperan dalam memantau aktifitas berkedok agama. Warga Bekasi yang pernah melarang khatib jum’at menyebarkan paham kebencian di atas mimbar adalah merupakah salah satu contoh kewaspadaan masyarakat terhadap paham radikalisme yang terus mengintai.
Dengan semakin melemahnya pola propaganda melalui pertemuan ekslusif (Liqo’) kelompok paham radikal memanfaatkan berbagai cara untuk menyebarkan pahamnya ke tengah masyarakat. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan semakin tergantungnya setiap individu dengan koneksi jaringan internet, hal tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok paham radikal untuk menyebarkan propaganda, melalui berbagai situs dan media sosial. Kelompok paham radikal mulai menyesaki ruang dunia maya dengan berbagai propaganda ujaran kebencian, hasutan, provokasi dan ajaran kekerasan. Akibatnya, beberapa pemuda yang pengetahuan agamannya masih dangkal dan masih dalam proses pencarian jati diri, banyak belajar agama di dunia maya. Secara perlahan mereka pun mulai terpapar virus paham radikalisme sehingga akhirnya melakukan penyerangan secara verbal ke aparat pemerintah yang mereka anggap kafir.
Tentu masih segar dalam ingatan apa yang dilakukan oleh seorang remaja di Medan dan Tangerang. Keduanya melakukan penyerangan secara membabi buta terhadap aparat keamanan yang mereka anggap sebagai kaki tangan Thaghut (Berhukum selain hukum Syar’i). Semua dilakukan dengan dasar keyakinan bahwa mereka adalah Mujahid yang berjuang untuk menegakkan Kalimatillah (Kalimat Allah) dan atas aksinya akan disiapkan Sorga oleh Allah SWT.
Pandangan di atas tentu saja sangat keliru dan tidak berdasar yang dilandasi pandangan keagamaan yang sangat dangkal. Agama sejatinnya diturunkan oleh Allah SWT sebagai Rahmatan Lil’alamin bagi semua mahluknya, maka tidak bisa agama dijadikan pembenaran dalam setiap aksi teror yang dilakukan apapun bentuknya baik secara verbal maupun melalui dunia maya. Sudah sangat jelas, ruang dunia maya akan menjadi medan pertempuran bagi Hak dan Bathil, oleh karenannya menjadi sebuah kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu waspada, teliti dan Tabayyun dalam menerima atau membagikan informasi yang ada di dunia maya sehingga dapat menangkal sejak dini perkembangan paham radikal terorisme oleh masyarakat itu sendiri.