Kendari – Terorisme muncul tidak hanya karena faktor agama. Kesenjangan sosial, dendam, dan ketidakadilan juga bisa menjadikan seseorang terekrut masuk ke dalam jaringan pelaku terorisme. Korbannya juga tidak hanya laki-laki, tapi perempuan memiliki kerentanan yang sama.
Hal itu diungkapkan oleh pengajar perbandingan agama dari IAIN Kendari, Azalia Zainal, saat menjadi narasumber dalam kegiatan Rembuk Nasional Perempuan Pelopor Perdamaian di Sulawesi Tenggara, Kamis (26/4/2017). Contoh kecil ketidakadilan terhadap perempuan dapat dijumpai di dalam keluarga, ketika seorang istri harus mengalah kepada suami dalam hal menikmati makanan.
“Bahkan masyarakat kita mengenal istilah ‘perempuan dapat tulang, laki-laki makan daging’. Ini tentu sangat disayangkan, karena ketidakadilan yang terus-menerus dapat menjadikan seseorang tertekan dan melampiaskan perasaannya kepada hal-hal negatif,” kata Azalia.
Ketidakadilan terhadap perempuan di dalam keluarga, lanjut Azalia, juga memiliki multi efek jika diketahui oleh anak-anak dan tidak dapat dikendalikan. “Contohnya begini. Seorang anak ingin makan ikan dan tanya ke ibunya, tapi si ibu menjawab jangan, karena ikan untuk ayah. Jika itu terjadi terus-menerus, bukan tidak mungkin anak akan bertanya kenapa ibunya mendapatkan ketidakadilan,” tambahnya.
Dalam konteks radikalisme terorisme, Azalia bersama rekan-rekan sesama pengajar di sejumlah perguruan tinggi di Kendari mengaku sudah mengadakan penelitian, khususnya kepada mahasiswa yang terindikasi terpapar paham radikal. Hasilnya, khususnya pada mahasiswi, ketertarikan kepada kelompok radikal di antaranya dilandasi faktor pelampiasan atas rasa tidak nyaman yang dirasakan.
Atas dasar tersebut Azalia mengajak kalangan perempuan untuk tidak merendahkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari, agar ketidakadilan tidak sampai terjadi.
Kegiatan Rembuk Nasional Perempuan Pelopor Perdamaian diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT). Kegiatan ini sudah dan akan dilaksanakan di 32 provinsi se-Indonesia di sepanjang tahun 2017. [shk]