Ketidakadilan Dan Kezaliman Dinilai Bisa Lahirkan Radikalisme

Jakarta – Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-18 merekomendasikan negara-negara Islam melakukan pendekatan ideologi dan program deradikalisasi. Tujuannya untuk menjauhkan paham radikal dari kalangan muda.

Cendekiawan Muslim, Prof KH Didin Hafidhuddin berpandangan, wajar saja kalau ada pendakatan seperti itu. Mungkin mereka merasa khawatir terhadap pemahaman yang mengarah kepada radikalisme. “Tapi seharusnya pandangannya lebih objektif, apakah radikal itu muncul karena pemahaman atau karena unsur lain,” kata Prof KH Didin, seperti dilansir Republika.co.id, Kamis (20/9).

Didin menjelaskan, sebab ada faktor-faktor lain seperti ketidakadilan dan kezaliman yang bisa melahirkan radikalisme. Sebagai contoh, di Palestina terjadi kezaliman, maka timbulah gerakan-gerakan untuk melawan pihak yang zalim.

Begitu pula dalam kehidupan masyarakat, sosial dan ekonomi, menurut dia, kalau terus menerus terjadi kesenjangan di tengah kehidupan masyarakat maka akan menyebabkan orang melakukan perlawanan dengan berbagai macam cara. Padahal itu hanya respons dari orang-orang yang ingin mendapatkan keadilan.

Menurut Didin, jadi harus komprehensif memandang masalah ini karena aspek sosial dan politik juga harus dilihat pengaruhnya terhadap kemunculan radikalisme. Jadi radikalisme jangan dianggap tidak berkaitan dengan kehidupan sosial dan lain sebagainya. “Orang radikal bukan semata-mata karena faktor ideologi, tetapi juga karena faktor lain,” ujarnya.

Sebelumnya, rekomendasi AICIS dibacakan juru bicara sekaligus Steering Committe AICIS, Prof Noorhaidi Hasan. Dalam rekomendasi itu, Pemerintah Indonesia dan negara-negara Islam dianggap perlu menggunakan pendekatan ideologi dan program deradikalisasi untuk menjauhkan radikalisme dari kalangan muda.

Menurut dia, Indonesia dan negara-negara Muslim lain memang tengah dilanda radikalisme yang semakin mengkhawatirkan. Model pokok yang dapat ditangkap secara umum adalah adanya transformasi paham radikal kepada generasi muda yang disuntikkan oleh para ideolog radikal melalui dialog.