Semarang – Keterlibatan masyarakat dalam mendeteksi dini adalah kunci utama dalam memerangi propaganda paham radikal terorisme dan ISIS. Karena itu, masyarakat harus lebih proaktif dalam membantu pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta lembaga terkait lainnya, dalam membendung paham tersebut sekaligus melindungi keutuhan NKRI.
“Sikap proaktif ini mutlak harus ditingkatkan karena bila deteksi dini oleh masyarakat sangat penting dalam menjalankan pencegahan terorisme. Karea itu saya memberi apresiasi, khususnya terhadap sikap proaktif GP Ansor dalam melindungi masyarakat dari propaganda paham radikal terorisme dan ISIS,” kata Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir saat membuka Dialog Pencegaha Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Pemuda Ansor se-Jawa Tengah di Aula Sudirman, Kodam VII/Diponegoro, Semarang, Kamis (28/4/2016).
Menurut Mayjen Abdul Rahman Kadir, saat ini ancaman terorisme semakin nyata dan mengkhawatirkan dengan keberadaan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Ia menilai propaganda dan cara-cara ISIS dalam merekrut anggota sangat meresahkan. Terlebih sasaran mereka adalah kalangan generasi muda.
“ISIS telah menjadi kekuatan terorisme global yang lebih bahaya dari Al Qaeda. Selain aksi brutal, ISIS dikenal sangat bahaya karena kemampuan dalam menjaring pejuang asing (foreign terrorism fighters). Yang patut diwaspadai juga pengaruh mereka yang dapat menginspirasi siapapun untuk melakukan teror,” terang Mantan Sestama BNPT ini.
Agama, lanjut Mayjen Abdul Rahman Kadir, telah dijadikan topeng oleh mereka untuk melakukan gerakannya. Dan itu sedikit banyak telah berhasil memperdaya pikiran anak muda, baik itu berupa iming-iming masuk surga, misi suci, janji besar, serta kegagahan di medan perang.
Apalagi saat ini, gerakan ISIS tidak hanya di Timur Tengah saja, tapi sudah menyebar ke berbagai negara seperti di Eropa, Amerika, bahkan ke Asia. Mereka memanfaatkan media online untuk melancarkan dan memperlebar pengaruhnya. Kondisi ini tidak hanya perlu diwaspadai, tetapi harus benar-benar dicermati agar pengaruh ISIS bisa dibendung masuk ke Indonesia.
“ISIS menggunakan pola baru radikalisasi terhadap generasi muda. ISIS secara cerdas memanfaatkan teknologi informasi, khususnya Medsos dalam merekrut anggota. Inilah tantangan besar kita dalam menanggulangi terorisme,” papar Mayjen Abdul Rahman Kadir.
Ia menambahkan, melawan ISIS adalah melawan sebuah paham dan ideologi yang dengan mudah bisa meracuni siapa pun. Dalam konteks itu, Mayjen Abdul Rahman Kadir menegaskan pentingnya kerjasama dalam melawan, membendung, dan mencegah paham dan ajaran yang mengarah ke tindakan kekerasan dan terorisme.
Mayjen Abdul Rahman Kadir menilai, ISIS sangat lihai bermain di dunia maya. Di sana mereka bisa memutarbalikkan ayat suci Alquran dan hadits. Mereka juga mengkafirkan orang yang tidak sepaham. Dan itu banyak tersebar di ribuan website radikal di media internet.
“Mereka menggunakan Islam sehingga orang Islam yang tertarik membuka akan langsung dicekoki paham radikal. Mereka juga mengkafirkan orang karena itu menjadi jalan masuk untuk melakukan aksi. Kalau tidak mengkafirkan orang, mereka tidak punya kewenangan membunuh,” ungkapnya.
Fakta itulah, lanjut Mayjen Abdul Rahman Kadir, yang membuat bangsa Indonesia tidak boleh berdiam diri. BNPT, sebagai kepanjangan tangan pemerintah tidak mungkin beralan sendiri, tapi butuh kerjasama, parter dari berbagai lembaga dan unsur masyarakat seperti GP Ansor.
Ansor yang beranggotakan para muda Nahdlatul Ulama adalah mitra strategis untuk membentengi generasi muda dari pengaruh radikal terorisme dan ISIS. Apalagi sebagian besar pelaku terorisme terdiri dari kalangan muda. Contohnya, pelaku bom bunuh diri rata-rata berusia 30-40 tahun. Itu bisa dilihat dari pelaku teror di Paris, Brussel, Lahore, dan Jalan Thamrin.
“Mereka anggap jalan dia paling benar, karena itu kita tunjukkan jalan yang benar,” pungkas Mayjen Abdul Rahman Kadir.