Organisasi teroris seperti ISIS bersifat transnasional, melintasi batas-batas negara. Untuk itu dibutuhkan juga kerjasama lintas negara untuk membendung perkembangan organisasi teroris di berbagai belahan dunia. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Drs. Hamidin, dalam presentasinya di forum 10th Asean Ministerial Meeting on Transnational Crime and It’s Related Meeting (AAMTC) yang dihelat di Kuala Lumpur, 28 September sampai 1 Oktober 2015.
“Terorisme tidak mengenal batas wilayah. Dia bisa bergerak dari satu negara ke negara lain dengan tujuan membentuk daulah,” ujar pria asal Sumatera Selatan ini. Ia kemudian menegaskan, “karenanya dibutuhkan kerjasama dan koordinasi antarnegara untuk menanggulangi ini”.
ISIS memang merupakan isu global terorisme yang dibungkus kebutuhan ekonomi, ideologi, identitas diri dan heroisme. Di mana pun mereka berada, isu yang mereka dengungkan pasti sama. Meski begitu, Hamidin mengingatkan bahwa model kerja setiap negara dalam menanggulangi terorisme harus disesuaikan dengan nilai budaya lokal masing-masing.
“Cita-cita, ideologi dan isu mereka boleh seragam, tapi para anggota teroris secara individual masing-masing berlatar belakang budaya dan masyarakat yang berbeda. Karena itulah model-model penanggulangan terorisme harus disesuaikan dengan budaya masing-masing negara,” kata Hamidin. Ia merinci, “kerjasama lintas negara bisa dibangun di level teknik, membangun kepercayaan bersama, informasi, kewaspadaan bersama sampai penyesuaian konsep”.
Pria kelahiran Oktober 1962 ini juga memperingatkan kerusakan yang diakibatkan oleh ISIS dan sudah mencapai level sangat serius. Hal ini bisa ditengok dari jumlah korban, cara-cara biadab yang dipakai ISIS untuk mengeksekusi, sampai perusakan situs-situs penting bersejarah di berbagai tempat.
“Taraf kerusakan yang disebabkan oleh ISIS sudah mencapai level sangat serius. Kita bisa melihatnya dari jumlah korban yang tewas sejak ISIS muncul. Belum lagi cara-cara biadab yang mereka pakai untuk mengeksekusi para tahanannya,” ujar Hamidin. “Aspek lain adalah kerusakan sosial seperti dialami etnis Yazidi, sampai perusakan situs-situs penting bersejarah, peninggalan kebudayaan besar di Suriah dan Irak.
AAMTC merupakan forum yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun. Acara ini dihadiri perwakilan 10 negara Asean.