Keragaman di Era Digital Harus Dimaknai Sebagai Nilai Historis, Moral,dan Edukasi

Lampung Tengah – Era digital membantu pelajar melihat keragaman dengan
mudah dan cepat. Keragaman itu meliputi suku, agama, warna kulit,
bahasa, seni, ras, adat istiadat, serta keragaman sosial budaya.

“Keragaman budaya dan adat istiadat itu mudah dilihat lewat internet,
seperti pakaian adat, rumah adat, hingga adat pernikahan suku-suku di
Indonesia,” kata Pengawas Sekolah SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Lampung Yusuf, dalam webinar literasi digital di Kabupaten
Lampung Tengah, dikutip dari medcom.id, Selasa (17/9/2024).

Mengusung tema ‘Keragaman dan Radikalisme di Era Digital’, diskusi
online untuk segmen pendidikan itu digelar oleh Kementerian Komunikasi
dan Informatika (Kemkominfo) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Lampung

Yusuf mengatakan, keragaman di era digital harus dimaknai sebagai
nilai historis, moral, edukasi, karakter, dan penghormatan terhadap
nilai-nilai spiritual atau religius. Namun, era digital telah mengikis
nilai keragaman dengan gagasan radikalisme.

“Radikalisme merupakan gagasan, ide, atau gerakan yang menghendaki
perubahan secara menyeluruh, baik dalam lingkup sosial, politik maupun
keagamaan dengan mengandalkan kekerasan secara digital,” jelas Yusuf.

Dampak negatif radikalisme, menurut dia, dapat menimbulkan konflik
sosial yang bernilai fundamental bangsa, potensi kekerasan dan
terorisme, perpecahan sosial, mengancam persatuan, serta menghancurkan
nasionalisme sebagai bangsa.

“Untuk menghindari ancaman radikalisme, saring setiap informasi, baca
dan pahami ilmu pengetahuan dengan baik dan benar, hindari meneruskan
informasi yang mengarah ke radikalisme, berperan aktif melaporkan
indikasi radikalisme dan terorisme,” sebut Yusuf.

Senada, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan
Surabaya (STIKOSA AWS) E. Rizky Wulandari meminta pelajar peserta
diskusi untuk memperluas cakrawala pemahaman terkait keragaman yang
dimiliki bangsa Indonesia.

“Di era digital, media sosial sering kali digunakan sebagai alat untuk
menyebarkan ideologi radikal. Terutama di kalangan generasi muda yang
aktif di platform digital. Pemahaman keragaman dapat dilakukan dengan
memperluas akses informasi dan interaksi lintas budaya,” jelasnya.

Sementara, menurut Ketua Program Studi S1 Kewirausahaan Universitas
Maarif Hasyim Latif Sidoarjo M. Adhi Prasnowo, untuk menjaga keragaman
di era digital, pelajar perlu membiasakan membaca dan memeriksa setiap
postingan sebelum meneruskannya.

“Bangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
dalam kehidupan sehari-hari. Indonesia adalah negara dengan
multikultur yang plural,” ucap Adhi.

“Untuk itu, tingkatkan kemampuan membangun mindfulness communication
atau komunikasi sadar yang dibangun dari prinsip kejujuran dan
ketulusan, komunikasi yang saling memanusiakan (nguwongke),” jelasnya.