Kepsek Diingatkan Jangan Sampai Kecolongan Terima Guru Anti Pancasila

Jakarta – Para kepala sekolah (kepsek) sebaiknya berhati-hati menerima guru yang ingin menyumbangkan tenaga membantu mengajar anak-anak tanpa digaji.
Imbauan itu dikemukakan pemerhati pendidikan Sudaryatmo kepada Damailahindonesiaku.com, menyusul adanya sejumlah guru agama disinyalir mengajarkan paham anti-Pancasila di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Sebenarnya menurut Wakil Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu, cara seperti ini merupakan modus lama yang digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menanamkan paham radikalisme kepada anak-anak didik di Tanah Air.

“Itu modus lama yang harus diwaspadai. Para kepala sekolah harus selektif kalau ada guru yang menawarkan dirinya mengajar. Kalau diterima, kepala sekolah harus memonitor caranya mengajar maupun materi yang diajarkan. Jangan sampai kecolongan anak-anak didiknya terpapar paham radikalisme,” katanya.

Bila ada guru sukarelawan mengajarkan paham anti-Pancasila, kepala sekolah harus segera mengeluarkan orang tersebut. Demikian juga orang tua yang mengetahui di sekolah anaknya ada guru mengajarkan paham anti-Pancasila, sebaiknya segera melaporkannya kepada kepala sekolah atau dinas pendidikan.

“Kalau itu terjadi di sekolah swasta, harus segera dilaporkan ke dinas pendidikan setempat supaya segera diambil tindakan,” katanya.

Sebagaimana diketahui, sejumlah guru agama mengajarkan paham anti-Pancasila di Balikpapan. “Mereka menanamkan materi pelajaran agama yang bertentangan dengan Pancasila,” kata Kepala Kantor Agama Balikpapan Hakimin Pattang.

Hakimin mengatakan, mayoritas pengajar agama ini bukanlah guru agama Islam yang sudah mengantongi sertifikasi dari Kantor Agama Balikpapan. Beberapa di antaranya adalah sukarelawan pegawai negeri sipil (PNS) yang berinisiatif secara pribadi untuk mengajar agama Islam.

Menurut dia, karena tidak perlu dibayar, pihak sekolah menerima dengan senang hati. Sayangnya materi yang disampaikan tidak sesuai aturan.

Dalam beberapa kasus, kata Hakimin, para guru agama sukarelawan tersebut berupaya mendominasi proses belajar mengajar di suatu sekolah. Guru agama Islam yang resmi sebenarnya sudah mengingatkan ajaran mereka melanggar aturan agama dan negara. “Bahkan mereka menyalahi guru agama kami. Dia (guru agama dari luar) bilang, oh itu enggak benar, agama bukan seperti itu dan sebagainya,” katanya.