Jakarta – Pandemi virus Corona atau COVID-19 tidak seharusnya membuat kita jadi membatasi jarak pada kepedulian sosial terhadap sekitar kita. Ibadah puasa di bulan Ramadhan dapat menjadi sarana melatih diri kita untuk mengendalikan hawa nafsu yang juga bertujuan memupuk kepedulian bagi sesama umat manusia.
Guru Besar bidang Psikologi Islam dari Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta, Prof. Dr. H. Achmad Mubarok M.A., mengatakan bahwa di tengah pandemi COVID-19 ini masyarakat justru semakin meningkat kepedulian sosialnya. Ini sudah terbukti dengan terjadinya fenomena bagi-bagi makanan di jalan.
“Sekarang memberikan makanan kepada orang-orang menjadi telah fenomena kekinian, di pinggir jalan, di mana-mana. Hal ini bisa terjadi karena lebih kepada spontanitas masyarakat yang bangkit kepeduliannya terhadap sesana. Makanya banyak yang melakukan itu justru dari perorangan atau pribadi,” ujar Prof. Dr. H. Achmad Mubarok M.A., di Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Lebih lanjut pria kelahiran Purwokerto 15 Desember 1945 itu mengungkapkan bahwa selain dari perorangan, bantuan tersebut juga ada dari berbagai kelompok, organisasi maupun partai politik.
“Selain dari perorangan ada juga yang dari kelompok, seperti kemarin ada dari partai politik juga membagikan ribuan boks makanan. Jadi yang formal seperti kelompok itu segitu, tapi yang secara social dari pribadi-pribadi itu malah lebih banyak jumlahnya kalau di total semua,” tutur mantan anggota MPR RI periode 1999-2004 itu.
Selain itu Prof. Achmad Mubarok menjelaskan bahwa adanya bantuan swadaya dari masyarakat ini yang sebernanya membuat daya tahan di masyarakat yang kurang mampu itu tentunya cukup untuk dapat bertahan di situasi ini untuk sementara waktu.
“Kalau pemerintah sendiri saja misalnya masih kualahan untuk mendistribusikan bahan makanan, Misalnya bantuan ke RT yang dibutuhkan ada 100 tapi yang diterima cuma 50 box. Itu kan bagi aparat setempat menjadi berat karena yang membutuhkan jumlahnya jauh lebih banyak. Karena itu penting sekali adanya bantuan dari kalangan masyarakat baik pribadi, organisasi maupun kelompok,” kata mantan Wakil Ketua Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pria yang juga mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu juga menyampaikan apresiainya terhadap adanya bantuan spontanitas dari masyarakat yang muncul selama pandemic COVID-19 ini yang bahkan dilakukan tanpa harus diimbau oleh pemerintah atau pihak manapun. Karena hal ini sejatinay merupakan ciri khas masyarakat bangsa Indonesia untuk bergotong royong membantu antar sesama manusia.
“Fenomena membagi bantuan dari masyarakat ini sudah muncul tanpa adanya seruan. Saya kira seruannya mungkin justru adalah ucapan terima kasih kepada mereka. Jangan malah menganggap belum memberikan bantuan karena belum ada imbuan. Karena kepedulian sosial dari masyarakat Indonesia ini sudah cukup tinggi dan mereka sadar kalau hal itu dilakukan sendiri oleh pemerintah tentunya tidak akan sanggup. Ini juga merupakan semangat gotong royong yang dimiliki masyarakat bangsa ini,,” ungkapnya.
Menurut Prof. Achmad Mubarok, pandemi COVID-19 ini memang menyebabkan masyarakat ekonomi lemah yang sebenarnya paling berat permasalahannya. Karena orang yang biasanya bekerja dengan rutin, sekarang ini menjadi tidak bisa bekerja atau diberhentikan dari tempat kerjanya karena adanya bencana wabah ini..Apalagi kalau mereka ini adalah para pekerja di sektor informal dengan upah harian.
“Bisa dibayangkan orang yang biasanya kerja dengan upah harian untuk kehidupannya lalu tiba-tiba dia tidak kerja, tentu dampaknya sangat luar biasa berat buat mereka. Tetapi yang penting sesungguhnya sepanjang situasi negara ini aman, damai dan tidak ada kriminalitas yang terlalu parah masyarakat masih bisa melalui itu semua karena solidaritas kemanusiaanya untuk membantu antar sesama manusia-nya muncul,” ucap mantan anggota DPR RI periode 2004-2009 tersebut.
Hal ini menurutnya juga terjadi lantaran dalam bulan Ramadhan ini, puasa yang dilakukannya paling tidak juga membuat orang nafsunya menjadi tidak berkobar-kobar sehingga dapat meminimalkan terjadinya hal-hal yang bisa merugikan semuanya seperti kerusuhan.
“Selain itu selama bulan puasa ini secara swadaya masyarakat biasanya mengirimkan makanan untuk buka dan sahur di masjid lalu juga untuk masyarakat kurang mampu disekitarnya. Jadi Insya Allah puasa itu meredakan potensi konflik di masyarakat,” jelasnya.
Selain ibadah puasa di bulan Ramdhan, Achmad Mubarok juga menyebutkan adanya kewajiban melakukan zakat saat Ramadhan berlangsung. Dari pengalaman dirinya zakat apalagi zakat fitrah itu biasanya terserap untuk masyarakat kurang mampu di sekitar.
“Tapi mungkin karena kejadian pandemi COVID-19 ini jumlah yang bisa bayar zakat bisa jadi bekurang. Seperti zakat ke lembaga nasional seperti Baznas dan lainnya itu mungkin berkurang sekarang ini karena orang biasanya zakat mungkin juga terkena dampak dari pandemi COVID ini,” ujar mantan Direktur Pascasarjana Universitas Islam As-Syafi’ah (UIA itu.
Dengan kondisi masyarakat yang seperti itu, maka dirinya mengaku memaklumi adanya kekurangan dari pemerintah dalam penanganan wabah COVID-19 ini karena memang menurutnya hal ini cukup berat.
“Saya sendiri memaklumi kekurangan dari pemerintah dalam penanganan COVID ini, karena harus diakui ini sangat berat. Sepanjang jangan dipolitisir kebijakannya dan jangan kemudian pemerintah juga mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menimbulkan keresahan di masyarakat,”katanya