Cilacap – Acara Koordinasi Antar Aparat Penegak Hukum terkiat Penempatan Narapidana Terorisme dan Focus Group Discussion (FGD) terkait perkembangan kondisi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Narapidana Terorisme (Napiter) oleh seluruh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) yang ada di wilayah Pulau Nusakambangan yang digelar di Hotel Dafam, Cilacap, Rabu (9/10/2019) malam mendapatkan apresiasi dari Kepala Lapas yang ada di Nusakambangamn
Seperti diketahui, acara Koordinasi Antara Aparat Penegak Hukum dan FGD tersebut diadakan oleh Subdit Hubungan Antar Lembaga Aparat Penegak Hukum pada Direktorat Penegakan Hukum di Kedeputian II bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Kalapas Kelas I Batu Nusakambangan, Erwedi Supriyatno, Bc.Ip, SH, MH, mengatakan bahwa Lapas Batu yang berkualifikasi Super Maximum Security (SMS) sebenanrya khusus untuk bandar narkoba. Namun dalam perjalanan dalam rangka revitalisasi Pemasyarakatan di Nusakambangan sebagai salah satu Pilot Project program tersebut, maka Nusakambangan ini menjadi satu sehingga Lapas Batu termasuk membackup Lapas Lapas lain yang terkait terorisme.
“Kegiatan dalam rangka koordinasi antara penegak hukum khususnya terkait penempatan narapidana terorisme sangat bermanfaat sekali. Dimana kita bisa saling berbagi informasi, saling berbagi data, sehingga ke depan tentunya penanganan terhadap narapidana teroris khususnya dalam rangka mencegah itu akan lebih baik lagi,” ujar Erwedi Supriyatno, Bc.Ip, SH, MH.
Selain itu tentunya menurutnya hal ini akan menjadi senjata ampuh bagi pihaknya untuk bisa menangani narapidana dalam kasus terorisme. “Sehingga kami menjadi tahu seperti apa sih melakukan program pembinaan maupun pengamanan terhadap napi terorisme itu,” kata pria yang juga sebagai Koordinator Kepala Lapas se-Nusakambangan dan Cilacap ini
Dalam pertemuan tersebut pihaknya juga berharap kepada BNPT agar lebih banyak memberikan dukungan terkait penanganan terhadap teroris yang ada di Lapas. “Memang selama ini kami sudah mendapat cukup dukungan dari BNPT, tetapi akan lebih bagus lagi, lebih lebih intensif lagi membantu kami untuk kegiatan penanganan terhadap para narapidana teroris khususnya dalam rangka Pembinaan,” kata lulusan Akademi Pemasyarakatan tahun 1988 ini.
Sedangkan untuk Diyjen PAS sendiri menurutnya selama ini memang sudah sangat membackup sekali. Apalagi salah satun contonya dengan dibangun dan diresmikan Lapas Karanganyar yang berkualifikasi SMS sebagai Lapas yang nantinya kemungkinan salah satunya juga digunakan untuk menangani atau menempatkan narapidana teroris.
“Tentunya hal ini sangat membantu kami, sehingga pengamanan yang kami lakukan akan lebih terjamin untuk di Lapas Karanganyar tersebut,” ujarnya
Terkait kendala dalam mebina napiter menurutnya hal tersebut tentu juga ada. Bahkan bukan hanya terhadap napi terroris saja, tetapi terhadap semua napi juga pasti ada kendala. Namun menurutnya, dalam menangani napiter itu tentunya punya karakteristik sendiri. Karena napi teroris tersebut mempunyai ideologi yang berbeda denga ideology bangsa Indonesia, yang mana ideologi yang dimiliki napiter tersebut agak sulit untuk diubah.
“Namun dengan dengan ketekunan kita, pendekatan-pendekatan oleh Pamong atau wali yang mana mereka ini bisa menyentuh hatinya. Dan yang terutama biasanya kalau teroris itu lebih kepada mendekati keluarganya dulu. Karena keluarga biasanya akan menjadi pendorong utama untuk mereka bisa merubah ideologi mereka,” ujar mantan Kalapas Narkotika Kelas II Yogyakarta ini.
Sementara dalam kesempatan yang sama Kalapas Kelas II A Pasir Putih Nusakambangan, Yandi Suyandi,Bc.IP, S.Sos, M.Si, juga mengaku bahwa koordinasi Apgakkum yang diselenngarakan BNPT ini banyak sekali manfaatnya. Hal ini terlihat selama diirnya 1 tahun lebih menjabat di lapas berkualifikasi high risk tersebut terutama terkait administrasi narapidana itu sendiri
“Dulu admistrasi di Lapas Pasir Putih ini banyak yang belum lengkap. Tapi setelah dengan pertemuan yang secara rutin, sebanyak 101 napi berkasnya sudah lengkap. Dan itu sangat membantu kami dalam membuat profiling bagi para wali-wali. Karena ujung tombak Lapas high risk itu ada pada profiling untuk pembinaan lanjutannya,” ujar Yandi Suyandi,Bc.IP, S.Sos, M.Si,.
Oleh karena itu menrurutnya koordinasi dan FGD semacam ini perlu terus dilakukan secara rutin Karena kadang-kadang di Lapas awal tidak dibuatkan profiling, padahal dari situ harusnya ada. Karena kalau seorang napi pindahan dari Pasir Putih ke (Lapas) Karanganyar atau ke Lapas Besi itu sudah lengkap baik profiling maupun assessment, maka tinggal menindaklanjuti saja bagaimana litmas (penelitian kemasyarakatan) dan assessment kelanjutannya.
“Tetapi kalau datang dari beberapa Lapas misalnya Gunung Sindur belum lengkap, tentunya dari awal lahi saya membuat profilingnya. Jadi banyak sekali manfaatnya pertemuan ini,” ujar mantan Kalapas Kelas II B Solok ini.
Untuk itu dirinya juga berharap kepada BNPT dan Ditjen PAS agar program-program seperti itu harus dilakukan jangka panjang Dan pegawai Lapas pun tidak mungkin akan menetap untuk bertugas seterusnya di Nusakambangan. Sehingga kedepannya juga perlu adanya regenerasi yang memang harus sudah dipersiapkan.
“Karena orang tidak mungkin senang di Nusakambangan. Mungkin dia akan pindah. Nah regenerasi inilah ada semacam aturan yang tadi cukup bagus bahwa setiap mau jadi kepala UPT harus pernah dulu bertugas di Nusakambangan. Tentunya hal itu cukup bagus. Nah itu harus dipaksakan sehingga akhirnya dia tahu bagaimana revitalisasi, bagaimana pembedaan terhadap penangangan antara narapidana high risk dengan yang tidak high risk,” ujar mantan Kalaspas II B Probolinggo ini mengakhiri.