Jakarta – Seluruh kepala daerah harus memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk berkumpul maupun membentuk partai politik atau ormas. Namun demikian, pemerintah daerah juga harus tegas terhadap ormas yang ideologinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Hal itu dikemukakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat memberikan pembekalan ‘Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Angkatan III Tahun 2017’, di Aula BPSDM Kemendagri, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (6/12/2017). “Kepala daerah tidak boleh menghalangi masyarakat untuk berserikat. Ormas keagamaan mau dakwah silakan, sampai geng motor juga harus diakomodasi. Tetapi kalau ada yang ingin mengubah ideologi negara, ini yang harus dicermati. Pemerintah harus tegas,” ujarnya.
Sesuai ketentuan UU Ormas, kata Tjahjo, setiap ormas dilarang memiliki paham atau ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Paham yang dilarang oleh pemerintah yakni ateisme, marxisme, leninisme, dan paham radikalisme lainnya yang ingin mengganti ideologi Pancasila.
Pemerintah daerah, kata Tjahjo, harus tegas dan memiliki wewenang untuk membubarkan ormas anti-Pancasila. “Ajaran ateisme, marxisme dan leninisme harus disikat jangan diberi napas di daerah. Kalau ada ormas yang ingin mengubah ideologi kita, itu juga harus kita ingatkan dan kita bubarkan organisasinya,” tegasnya.
Tjahjo juga mengingatkan, ormas berbasis keagamaan memiliki kebebasan untuk melakukan dakwah. Namun, ormas berbasis keagamaan tidak boleh memiliki agenda yang bertentangan dengan tujuan penerintah dan dasar negara, seperti yang terjadi pada kasus pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Dakwah silakan, tapi kalau ada agenda melawan pemerintahan yang sah ya dibubarkan. Termasuk ormas yang baru dibubarkan (HTI), bukan karena dakwahnya,” kata Tjahjo.