Kepala BNPT : Radikal Tidak Bisa Distigmakan Berdasarkan Cara Berpakaian

Jakarta – Saat ini tengah berkembang isu adanya kelompok ‘Taliban’ di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini didasarkan pada cara berpakaian dan berpenampilan sebagian pegawai KPK yang disebut mirip orang ‘radikal’. Ini cara pandang yang keliru karena radikal adalah masalah ideologi dan tidak bisa diasosiasikan dengan cara berpakaian tertentu.

Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teorisme (BNPT), Komjen Pol Drs. Suhardi Alius, MH, usai menjadi narasumber dalam acara Sosialisasi Anti Radikalisme di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Senin (4/11/2019).

“Jadi hari ini saya diundang oleh KPK untuk memberikan pemahaman tentang intoleransi, radikalisme dan terorisme. Karena seperti yang tadi saya sampaikan, tampilan fisik tidak bisa dijadikan sebagai ciri, karena ini masalah pemikiran, masalah ideologi,” ujar Suhardi.

Terkait kemudian ada instansi memiliki aturan tertentu tetang cara berpakain, mantan Kabareskrim Polri itu menyampaikan sebaiknya hal itu dipatuhi oleh setiap anggotanya.

“Untuk masalah aturan berpakaian silahkan masing-masing institusi memberikan aturan dan sebaiknya itu dipatuhi oleh para anggotanya. Seperti contoh di kepolisian tidak boleh berjenggot atau sebagainya, Kalau untuk di KPK tentu saya serahkan ke pimpinan KPK,” tutur jenderal bintang tiga tersebut.

Suhardi menambahkan tampilan fisik seseorang tidak bisa dijadikan ciri kalau orang tersebut berpaham radikal. “Tidak boleh tampilan fisik dijadikan ciri, seperti jidat hitam, celana cingkrang karena anggota saya saja ada yang jidatnya hitam tapi ya kan tidak ada masalah. Tapi bisa saja orang yang tampilannya biasa-biasa saja tapi pemikirannya radikal ingin mengubah ideologi Pancasila. Inilah yang perlu kita waspadai,” katanya

Oleh karena itu Suhardi meminta agar KPK juga berperan aktif memberikan penjelasan terkait hal ini agar tidak muncul stigma di masyarakat.

“Tuduhan-tuduhan seperti itu (Taliban) perlu kita jelaskan. Juru bicara KPK perlu memberikan edukasi-edukasi kepada masyarakat. Jangan nanti diframing padahal kan tidak seperti itu kenyataannya,” tutur Suhardi.

Lebih lanjut Suhardi mengatakan bahwa radikal yang perlu diwaspadai adalah radikal dalam konotasi negatif. Tetapi ada juga radikal positif yang membawa terobosan-terobosan untuk kebaikan.

“Membuat pemikiran yang out of the box itu juga bisa dibilang radikal tapi untuk kebaikan. Nah untuk radikalisme yang negatif ada empat kriterianya. Intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI dan takfiri. Nah sekarang apakaha ada yang masuk klasifikasi itu? Kalau ada, ya kena radikalisme itu,” tutur mantan Kapolda Jawa Barat itu.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan apresiasinya atas kehadiran Kepala BNPT di KPK. Ia mengatakan bahwa sebagai penegak hukum cara berpakaian itu memang penting sehingga hal ini akan dibahas lebih lanjut kedepannya

“Kalau dikatakan cara berpakaian bisa disebut Taliban tentu tidak, tapi memang sebagai penegak hukum penting sekali kemudian cara berapakaian untuk menunjukkan bahwa dia imparsial, independen dan profesional. Nanti kita rumuskan semua kedepannya,” kata Agus mengakhiri.

Turut hadi pula pada acara tersebut pimpinan KPK yang lain diantaranya Saut Situmorang, Basaria Panjaitan dan Laode Muhammad Syarif