Kepala BNPT: Pengelola Siaran Religi Televisi Harus Selektif Pilih Narasumber

Jakarta –Tayangan acara religi di televisi harusnya berisi konten yang menyejukkan dan mendamaikan. Karena itu, pengelola siaran religi harus selektif memilih narasumber.

“Program siaran religi tayangan yang disajikan beserta konten dakwahnya harus dapat memelihara toleransi, menyampaikan ajaran yang menyejukan dan mendamaikan,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli, MH, dalam diskusi bertajuk ‘Ekspos Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I Tahun 2020’, Selasa (8/12/2020).

Karena itu, Boy Rafli meminta lembaga penyiaran untuk menempatkan kontrol kualitas dalam menangani program religi. Itu penting untuk memastikan materi yang disiapkan kepada masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.

Selain itu, pengelola siaran religi selektif dalam memilih narasumber. Artinya, pemilihan narasumber tidak hanya yang paham tentang agama, namun juga memiliki semangat kebangsaan.

“Dalam memilih narasumber, diperlukan tokoh yang tidak hanya kompeten di bidang agama saja tetapi juga harus memuhi kompetensi dalam bidang komunikasi publik, dan tentunya semangat memelihara memupuk nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia,” kata mantan Kapolda Papua ini dikutip dari laman Kompas.com.

Ia menuturkan, program siaran dapat merujuk ulama-ulama besar Indonesia untuk menjadi narasumber. Ulama tersebut, , memiliki prinsip hubbul wathon minal iman atau cinta kepada negeri adalah sebagian dari pada iman.

“Sangat penting karakter seperti ini. Kita berharap keutuhan bangsa, kepentingan nasional adalah sesuatu yang harus kita tempatkan dengan setinggi-tingginya,” ucap dia.

Pemilihan narasumber menurut Boy Rafli, penting untuk membandung dan menangkal masuknya paham paham radikal intoleransi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kebangsaan.

Boy Rafli mengatakan, program-program siaran yang disuguhkan kepada masyarakat setidaknya menghasilkan tiga efek yaitu, pertama efek kognitif, kedua efek afektif dan ketiga efek psikomotorik. Pada efek kognitif, perlu dipastikan bahwa lembaga penyiaran mampu memberikan program yang meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat. Kemudian, pada efek afektif, lembaga penyiaran harus mampu menyajikan program-program siaran yang mampu mengubah sikap masyarakat ke arah yang positif.

Sedangkan pada efek psikomotorik, lembaga penyiaran harus menyajikan program yang dapat mengubah perilaku masyarakat dengan membentuk kepribadian yang tentunya berfikir kritis dan sadar akan pentingnya digital literasi. .

“Dengan demikian, program siaran di Indonesia tentu harus dapat menghormati perbedaan suku, agama, ras dan golongan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan yang harus kita jaga dan rawat bersama-sama,” pungkas Boy Rafli.