Banyuwangi – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, MH, kembali mengingatkan agar jangan ada simpati terhadap kelompok Taliban yang merebut kekuasaan di Afghanistan. Ia tidak ingin eforia Taliban itu akan jadi sumber inspirasi di Indonesia.
“Ideologi kekerasan bukan jati diri Indonesia,” ujar Boy Rafli saat kunjungan di Banyuwangi, Kamis (26/8/2021), dikutip dari laman detikcom.
Menurut Boy, Taliban merupakan gerakan politik berbasis tindak kekerasan. Selain itu ada rekam jejak terorisme di masa lalu dengan melindungi pemimpin Al Qaida.
“Tak usah bersimpati dengan Taliban. Kita harus waspada jangan sampai momentum pengambilalihan Taliban menjadi sumber inspirasi,” kata Boy.
Menurut Boy, Taliban merupakan gerakan politik berbasis tindak kekerasan. Selain itu ada rekam jejak terorisme di masa lalu dengan melindungi pemimpin Al Qaida. Apalagi, Taliban sudah pernah dimasukan dalam daftar terorisme nasional.
“Berbeda memang dalam konteks tujuannya (dengan Al Qaida), tetapi merujuk ideologi kekerasan yang sama,” kata Boy.
Boy mengingatkan tragedi terorisme di Indonesia, seperti Bom Bali 1 dan 2 dilakukan oleh kombatan dari Afghanistan. Mereka tergabung dalam jamaah islamiyah, dan mereka terhubung Al Qaida-Taliban.
“Ada fakta hukum, kemudian Al Qaida juga tersambung dan mengakomodir Osama bin Laden. Berbeda memang dalam konteks tujuannya, tetapi merujuk sama ideologi kekerasan,” tambah Boy.
Menurut Boy, ideologi kekerasan bukan jati diri Indonesia. Indonesia, kata Boy, sudah final dengan demokrasi, berasas HAM, dan berdasar konstitusi.
“Karena kita beda tipe, kita sudah menemukan jati diri dan Taliban masih terlibat konflik dengan saudaranya sendiri,” pungkas Boy.