Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Tito Karnavian mengungkapkan korban dugaan kekerasan yang dilakukan Densus 88, Siyono adalah anggota Jamaah Islamiyah. Hal tersebut terungkap saat rapat kerja Komisi III DPR RI dengan BNPT di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/4).
“Dalam catatan Densus, dia (Siyono) terlibat dalam jaringan yang sudah ada yaitu Santoso dan Jamaah Islamiyah (JI). Ada sekitar 13 orang yang menyebut nama dia, dan termasuk pemegang senjata,” kata Kepala BNPT Komjen Tito Karnavian.
Menurut mantan Kapolda Metro Jaya, ini ditangkap karena kasus penyimpanan senjata. Penangkapan itu berdasarkan rentetan penangkapan terhadap para pengikut JI , dalam kasus kepemilikan senjata api.
“Sebanyak 9 orang ditangkap pada 2014. Pada 2015 akhir ditangkap 4 orang lagi. Mereka mengakui ada senjata sisa lagi. Ada yang ditangkap Maret, senjatanya ada tiga, dititipkan ke Siyono. Siyono masuk ke dalam kelompok ini. Siyono ditangkap dan senjatanya dititipkan lagi kepada orang yang namanya Tomy,” ungkap Komjen Tito.
Siyono tewas saat dibawa Tim Densus 88 Antiteror untuk menunjukkan lokasi penyimpanan senjata. Dalam kasus ini, lanjut Komnjen Tito, BNPT melihat yang penting adalah bagaimana mengingatkan anggota agar sesuai SOP yang ada dalam menangani kasus.
“Meskipun BNPT tidak memiliki tanggung jawab itu, tapi wilayahnya Densus, tapi secara moril dan strategi apalagi saya mantan Kadensus berkewajiban untuk menjaga agar setiap kegiatan Densus itu sesuai SOP. Karena negara kita sudah memilih opsi penegakan hukum,” ujarnya.
Temuan Divisi Propam Polri untuk sementara, kata Tito, yang terjadi adalah kesalahan prosedur karena pengawalan yang dilakukan tidak cukup, sehingga mengakibatkan ada kesempatan Siyono untuk melawan dan melarikan diri.
“Dan dia (anggota Densus) berusaha melumpuhkan. Ketika melumpuhkan, dengan tangan kosong ya, sebenarnya terjadi secara proporsional, dengan tangan kosong ya, artinya satu lawan satu,” jelasnya.