Medan – Untuk meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila, pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baik melalui Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) memiliki peran yang sangat sentral dalam menangani masalah pencegahan penyebaran paham radikal terorisme di Tanah Air.
Tak hanya itu, Kemkominfo, TVRI dan RRI juga turut punya andil dalam mensosialisaikan nilai-nilai Pancasila sebagai upaya untuk membendung unsur ujaran kebencian, kekerasan, hoaks dan juga konten -konten yang mengandung unsur radikalisme dan terorisme yang disebarkan melalui teknologi informasi yang sudah masuk di era digital ini.
Hal tersebut dikatakan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko, saat memberikan pembekalan kepada 150 orang para pejabat eselon 2 kantor wilayah Kemenkominfo, TVRI dan RRI di wilayah Sumatera pada acara Sosialisasi Pemantapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Pegawai Negeri Sipil dengan tema “Radikalisme dan Ancamannya di Indonesia” yang berlangsung di Hotel Soechi Internasional, Medan, Rabu (27/2/2020).
“Sebagai institusi pemerintah yang bertugas menyebarkan informasi kepada public, Kominfo, TVRI dan RRI ini mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap masalah informasi digital. Oleh sebab peran, tugas dan tanggung jawab Kominfo, TVRI dan RRI ini sangat signifikan untuk mereduksi paham-paham radikalisme, paham-paham yang intoleran dan sebagainya,” ujar Kasubdit Kontra Propaganda BNPT,Kolonel Pas. Drs Sujatmiko saan memberikan pembekalan.
Lebih lanjut alumni Sekolah Perwira Prajurit Karier (Sepa PK) TNI tahun 1995 ini meminta kepada Kominfo, TVRI maupun RRI untuk bisa menyaring dan menyiarkan serta mengetahui tanda tanda gejala radikalisme dan terorisme yang ada di lingkungan sekitarnya.
“Karena punya tugas menyebarkan informasi kepada masyarakat, jangan sampai pegawai Kominfo, TVRI dan RRI ini malah belum menyadari masalah ini. Untuk itu Kominfo, TVRI dan RRI harus mengetahui dan memahami masalah radikalisme dan terorisme ini termasuk bagaimana menyaring segala informasi agar jangan sampai paham-paham radikal terorisme ini makin menyebar melalui teknologi digital,” ujar Kolonel Sujatmiko
Selain itu menurutnya, hal ini juga sebagai upaya meningkatkan daya tangkal dan resilience (ketahanana diri) bagi para pegawai Kominfo, TVRI dan RRI itu sendiri. “Termasuk disini pegawai Kominfo, TVRI dan RRI juga harus lebih peduli (aware) dalam mengawasi media sosial yang selama ini banyak digunakan sebagai sumber untuk menyebarkan paham radikal terorisme serta ujaran kebencian,” kata mantan Komandan Batalyon Komando 466/Pasopati Paskhas TNI-AU ini.
Tak hanya itu alumni Fakultas Ilmus Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Diponegoro Semarang ini juga menghimbau kepada para ASN agar program yang telah ditetapkan oleh pemerintah seperti penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh 11 Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam penanganan radikalisme di kalangan ASN pada November 2019 lalu tentunya harus disambut secara positif.
“Kita harus mendukung secara positif adanya SKB tersebut dan tentunya harus dilaksanakan apa yang menjadi larangan jangan sampai dilanggar. Percayalah bahwa hal tersebut merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya tangkal untuk memperkuat dan mereduksi paham radikal terorisme khususnya di kalangan ASN,” tutur mantan Kepala Dinas Operasi Lanud Sam Ratulangi Manado ini.
Karena menurutnya SKB tersebut merupakan bentuk sinergitas antar K/L yang tentunya di dalamnya ada Task Force (Satuan Tugas) bersama untuk mengawasi para ASN dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah ideologi dari bangsa Indonesia ini.
“Karena apapun itu SKB ini merupakan bentuk sinergitas agar ASN ini benar-benar bersih dari hal-hal yang berkaitan dengan ujaran kebencian, hoax, ajaran kekerasan, netralitas, kesetian terhadap pemerintah yang sah dan yang terpenting yakni terbebas dari paham radikal terorisme,” kata pria yang dalam karir militernya banyak dihabiskan di Detasemen Bravo 90/Anti Teror Paskhas TNI-AU ini.
Dalam kesmepatan tersebut Kasubdit Kontra Propaganda BNPT juga memaparkan masalah radikalisme dan terorisme yang dimana akar masalahnya dimulai dari intoleransi, radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan oleh ulah dari segelintir kelompok yang ingin mengganti ideologi bangsa ini yang kalau tidak diantisipasi secara bersama tentu akan menjadi ancaman serius bangsa ini.
“Karena mereka melakukan pergerakan sangat halus sekali dan bahkan mambawa simbol agama. Untuk itu bapak dan -ibu ini harus bisa mewaspadai dan mengidentifikasi terhadap di lingkungan sekitarnya. Dan harus tahu pula ciri-ciri bagaimana mereka berusaha penyebarkan paham-paham tersebut di masyarkat,” ujarnya.
Terkait dengan akar pemasalahan ini ada pada radikalisme itu sendiri, dirimya berpesan kapada para peserta yang hadir agar tidak terjebak dalam diskusi-diskusi ataupun perdebatan masalah radikalisme ini yang berkaitan dengan definisi maupun pengertiannya.
“Jangan kita terjebak disitu. Ruang lingkupnya langsung dipatok saja bahwa yang dimaksud radikalisme oleh BNPT ini adalah radikalisme yang bersifat negatif yakni intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI atau anti kebhinekaan dan penyebaran faham takfiri. Yang mana semuanya itu dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Itulah ruang lingkup radikalisme yang selama ini ditangani BNPT,” tuturnya
Selain itu Kolonel Sujatmiko juga mengatakan bahwa sesuai dengan Undang-undang No.5 tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme, maka strategi nasional dan peran dari BNPT dalam bidang penanggulangan terorisme sesuai dengan Pasal 43 lebih mengarah ke upaya Pencegahan yang mencakup tiga hal yakni, Kesiapsiagaan Nasional, Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi.