Jakarta – Kementerian Pertahanan RI mencatat sekitar 800 orang yang bergabung dengan kelompok Islamic State (ISIS) di Irak dan Suriah berasal dari Asia Tenggara. Dari jumlah itu, sekitar 400 orang adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
Demikian disampaikan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, saat menghadiri seminar pertahanan di bilangan Jakarta Pusat, Rabu (11/7).
“Catatan kami itu berdasarkan data Data Badan Intelijen Kementerian Pertahanan. Dari sekitar 31.500 orang dari luar negeri yang gabung ISIS untuk berjuang di Irak dan Suriah, 800 berasal dari Asia Tenggara dan 400 dari Indonesia,” kata Ryamizard.
“Mengacu dari data tersebut, makanya tak heran jika kondisi Indonesia sekarang secara nyata berada di bawah ancaman simultan terorisme,” imbuhnya lagi.
Dijelaskan, berdasarkan pengamatannya saat ini kelompok terorisme di Indonesia telah masuk dalam kelompok generasi ketiga atau ‘Islamic State Indonesia’ yang belakangan ini marak melancarkan aksinya di berbagai daerah.
Lebih rinci Ryamizard juga menjelaskan, kelompok teroris generasi pertama, yakni Al-Qaeda yang telah menjadi ancaman di berbagai belahan dunia, salah satunya dalam peristiwa 11 September 2001 ketika gedung World Trade Center di Amerika Serikat diserang.
Sedangkan generasi kedua, Islamic State of Iraq Suriah (ISIS) setelah Abu Bakar Al Baghdadi mengumumkan pembentukan khilafah dan Negara ISIS pada bulan Juni 2014.
Ryamizard menyatakan teror bom bunuh diri di wilayah Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur termasuk dalam kelompok teroris generasi ketiga ini.
“Jadi ancaman terorisme generasi ketiga ini adalah kembalinya para pejuang ISIS dari Timur Tengah. Mereka memiliki ciri punya sel tidur serta operasi bunuh diri (lone wolf),” kata Ryamizard.
Ryamizard mengatakan tumbuhnya paham radikalisme di tengah masyarajat perlu disikapi serius oleh pemerintah.
Pasalnya, paham tersebut justru banyak yang membuat masyarajat Indonesia lebih berempati dan tertarik untuk terlibat pada gerakan terorisme seperti ISIS.
“Dan mereka menggunakan cara menyebarkan paham radikalisasi oleh media sosial online, ini sangat berbahaya jika tak ditanggulangi,” kata dia.
Merespons ancaman terorisme itu, Ryamizard mengatakan pihaknya telah menggandeng Malaysia dan Filipina untuk melakukan kerja sama trilateral berpatroli di Laut Sulu.
Hal itu bertujuan agar eks pejuang ISIS yang ingin memasuki ketiga negara tidak bisa secara leluasa mengembangkan jaringannya.
“Jadi ini sebagai langkah deteksi dini ancaman ISIS di negara kawasan,” tutup Ryamizard.