Garut- Anak-anak dan remaja wajib diberikan perlindungan dari paparan paham-paham kekerasan seperti radikalisme dan terorisme. Terutama di daerah-daerah yang masih memiliki tingkat keterpaparan yang tinggi seperti di Kabupaten Garut. Seperti diketahui beberapa waktu lalu terungkap puluhan anak muda berbaiat dengan Negara Islam Indonesia (NII) di Kabupaten Garut.
Fakta itulah yang melatari Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Republik Indonesia (RI) menggelar acara Focus Group Discussion dalam rangka Perlindungan Anak Korban Jaringan Terorisme di Kabupaten Garut. Kegiatan itu berlangsung di Ballroom Hotel Santika, Jalan Cipanas Baru, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Selasa (11/07/2023).
Perencana Ahli Madya dari kemen PPPA RI, Dianawati Lasmindar mengungkapkan, saat ini masih banyak sebagian dari anak-anak yang terjebak pada situasi yang membahayakan, yaitu anak-anak yang menjadi korban atau pelaku radikalisme dan tindak pidana terorisme, baik anak sebagai korban, anak sebagai pelaku, maupun anak dari pelaku tindak pidana terorisme.
Dianawati menyatakan, permasalahan anak sebagai permasalahan multifaktor, di mana dibutuhkan juga penanganan dan intervensi dari multisektor. Bahkan, dalam peraturan Menteri PPPA Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pedoman Perlindungan Anak dari Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme, ada 6 upaya perlindungan khusus bagi anak korban jaringan terorisme yang meliputi pencegahan, edukasi tentang pendidikan, nilai nasionalisme, konseling tentang bahaya terorisme, rehabilitasi sosial, psikososial, psikologi, hingga pendampingan sosial.
“Namun tentu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak, bahwa pemerintah daerah juga memiliki peran penting yakni memberikan jaminan keselamatan fisik, mental, maupun sosial bagi anak korban jaringan terorisme, tentu sesuai dengan tugas dan wewenangnya,” ujar Dianawati.
Pemberian jaminan layanan tersebut, lanjut Dianawati, akan lebih optimal apabila didukung dengan adanya regulasi di tingkat daerah, salah satunya melalui kebijakan perlindungan anak korban radikalisme dan jaringan terorisme.
Merujuk pada mandat tersebut ditambah dengan kewaspadaan dan kerentanan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut akan ancaman perkembangan radikalisme, ia mengungkapkan bahwa Kemen PPPA RI mengapresiasi Pemkab Garut yang telah menerbitkan Keputusan Bupati (Kepbup) Garut Nomor 300/KEP.1211-BKBP/2021 tentang pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Paham Intoleransi dan Paham Radikalisme. Terlebih Satgas ini beranggotakan institusi dan lembaga pusat maupun yang terdapat di daerah Kabupaten Garut.
“Para anggota Satgas tersebut harapannya tentu dapat bersama-sama melakukan koordinasi terpadu, dalam mensinergikan aktivitas dari berbagai pihak,” ucapnya.
Hal itu, imbuhnya, untuk mencapai tujuan organisasi serta mampu memanfaatkan kearifan lokal dengan bersama-sama memupuk kebersamaan dan saling menghargai keragaman budaya, serta memupuk toleransi antar umat beragama sehingga bisa mengurangi perkembangan paham radikalisme di Kabupaten Garut.
Dianawati menilai, diterbitkannya Kepbup terkait Satgas Penanggulangan Paham Intoleransi dan Terorisme di Kabupaten Garut adalah bentuk kolaborasi yang sangat baik dan positif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, untuk melakukan upaya perlindungan kepada masyarakat secara umum, khususnya perlindungan khusus kepada anak-anak di Kabupaten Garut.
Melalui kegiatan FGD ini, ia berharap pihaknya bisa berdiskusi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam Satgas tadi, untuk melihat sejauh mana efektivitas dan implementasi dari peraturan yang telah dibuat oleh Pemkab Garut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Garut, Yayan Waryana, menuturkan jika perempuan dan anak-anak menjadi kelompok yang rentan dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan dan dianggap mudah untuk ditanamkan paham-paham radikalisme maupun modus terorisme.
Atas hal tersebut, imbuh Yayan, semua pihak perlu meningkatkan kewaspadaan, dan seluruh lapisan masyarakat harus terlibat secara aktif di dalam upaya pencegahan anak yang terlibat di dalam jaringan terorisme.
Terlebih menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kata Yayan, peraturan ini mengamanatkan beberapa kategori anak yang harus diberi perlindungan secara khusus oleh pemerintah, negara, hingga masyarakat dan salah satunya adalah anak korban jaringan terorisme.
“Dan anak korban jaringan terorisme ini perlu mendapatkan edukasi, perlindungan khusus,” tuturnya.
Edukasi yang dimaksud, adalah tentang pendidikan, ideologi, dan nilai-nilai nasionalisme, membangkitkan kembali semangat kejuangan cinta terhadap tanah air, konseling tentang bahaya terorisme, dan rehabilitasi sosial serta pendampingan-pendampingan.
Yayan mengungkapkan dalam upaya perlindungan anak korban jaringan terorisme ini, dibutuhkan peran serta seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga instansi yang ada di Kabupaten Garut.
Maka dari itu, dengan hadirnya Kepbup Garut terkait Satgas Penanggulangan Paham Intoleransi dan Paham Radikalisme ini diharapkan mampu memaksimalkan upaya perlindungan bagi anak yang terpapar radikalisme maupun terorisme yang ada di Kabupaten Garut.