Malang – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengajak 20 mantan napi kasus terorisme atau napiter untuk mengembangkan pariwisata di daerahnya. Mereka dibekali pengetahuan tentang dunia pariwisata melalui kegiatan bimbingan teknis peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di salah satu hotel Kota Malang, Jawa Timur.
Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenparekraf Surana mengatakan, pihaknya menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam kegiatan yang digelar pada Sabtu (25/3/2023).
Kegiatan tersebut bertujuan dalam mendukung upaya percepatan pembangunan kepariwisataan nasional dan daerah. Selain eks napiter, puluhan pelaku wisata yang tersebar di Kabupaten Malang juga ikut dalam kegiatan itu.
“Kami telah menggelar kegiatan pada Sabtu (25/3/2023) kemarin, para peserta sebanyak 60 orang. 20 orang di antaranya merupakan eks napiter,” kata Surana pada Minggu (26/3/2023).
Alasan gandeng eks napiter Alasan pihaknya turut menggandeng eks napiter adalah, karena sudah banyak dari mereka yang berhasil membuka usaha seperti warung makan, warung kopi, sehingga sudah mandiri dan ada potensi di dunia pariwisata.
Kemenparekraf menunjuk para pelaku wisata dari Kabupaten Malang karena dinilai menjadi salah satu daerah yang banyak dikunjungi wisatawan. Terlebih, sebagai salah satu pintu masuk menuju Destinasi Pariwisata Prioritas Bromo Tengger Semeru.
“Banyak dikunjungi wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Sehingga perlu diciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan yang berkunjung agar tingkat kunjungan wisatawan, semakin meningkat,” katanya.
Diharapkan, kegiatan yang ada dapat meningkatkan pengetahuan untuk membangun pola pikir para peserta agar lebih berperan aktif dalam dunia pariwisata dan juga mengenalkan kepada eks napiter.
“Salah satu contoh, di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur ada Pak Puryanto sukses mengelola agro wisata, yang merupakan eks napiter kasus bom Bali 1. Kami berharap upaya yang ada dapat terus mengembangkan pariwisata yang ada di daerah dan nasional,” katanya.
Menurutnya, tantangan bagi pemangku kepentingan dalam upaya percepatan pembangunan kepariwisataan yakni menjaga dan meningkatkan sinergitas antara pemerintah dan masyarakat. Hal itu dimaksudkan untuk terciptanya peluang dalam menciptakan iklim yang kondusif.
“Tantangan dan peluang besar ini tentunya menjadi pekerjaan rumah kita bersama, terutama bagi masyarakat yang merupakan tuan rumah sekaligus tamu,” katanya.
Selain itu, upaya dengan cara pendekatan adaptasi, inovasi dan kolaborasi dilakukan dengan harapan dapat menjadi terobosan dalam meningkatkan mutu pelayanan.
“Sehingga wisatawan yang berkunjung akan semakin betah, dan semakin lama saat berwisata,” katanya.
Strategi Kemenparekraf tingkatkan SDM pariwisata Kemenparekraf juga menjalankan berbagai program kegiatan dalam upaya meningkatkan kapasitas SDM, seperti melalui sosialisasi, pelatihan hingga pendampingan. Salah satu program besar yang saat ini sedang dijalankan yaitu kampanye sadar wisata.
Program itu menyasar di lima destinasi super prioritas, meliputi Danau Toba, Borobudur-Yogyakarta-Prambanan, Mandalika, Wakatobi, dan Labuan Bajo, serta satu destinasi wisata prioritas Bromo Tengger Semeru.
“Program ini, menyasar kepada masyarakat untuk membangun pola pikir, dan menjadi pemeran aktif dalam mengembangkan kepariwisataan di daerahnya,” ujar dia.
Menurut Surana, keberhasilan program pengembangan pariwisata daerah akan sangat memerlukan peran aktif, terutama dari masyarakat dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, baik akademisi, pemda, maupun unsur masyarakat lainnya,” katanya.
Sementara itu, BNPT-RI telah membentuk Kegiatan Sinergitas Kementerian/ Lembaga dalam penanggulangan terorisme pada 2023. Hal itu mengacu pada Peraturan Kemenko Polhukam nomor 22 tahun 2022.
Plt Kepala Biro Perencanaan Hukum dan Humas BNPT-RI, Kombes Pol Astuti Idris mengatakan, kegiatan itu difokuskan pada 5 provinsi, 4 kota dan kabupaten se-Indonesia. Di Jawa Timur sendiri ada 6 daerah. Yakni, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Lamongan, Probolinggo, Magetan dan Kabupaten Malang.
“Dalam hal ini ada sejumlah sasaran. Baik individu maupun kelompok. Untuk individu, seperti napiter, mantan napiter, korban, keluarga napiter atau mantan napiter dan korban. Tokoh radikal, jaringan radikal, tokoh masyarakat, dan masyarakat rentan terpapar,” ujar Kombes Pol Astuti.