Jakarta – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia masih menunggu konfirmasi dari aparat keamanan Filipina, terkait status kewarganegaraan seorang perempuan yang diduga warga Indonesia (WNI), Nana Isirani alias Rezky Fantasya Rullie alias Cici, yang ditangkap akibat dugaan tindak pidana terorisme.
“Masih belum ada. Perwakilan RI di Filipina sudah memintakan informasi yang relevan terkait yang bersangkutan ke otoritas Filipina untuk selanjutnya di cek dengan data Dukcapil kita,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah dikutip dari laman CNNIndonesia.com, Rabu (14/10/2020).
Rullie ditangkap oleh tim satuan tugas gabungan aparat keamanan Filipina pada 10 Oktober di Barangay San Raymundo, Pulau Jolo, Kepulauan Sulu. Saat itu, mereka turut membekuk dua perempuan lain, yakni Inda Nhur dan Fatima Sandra Jimlani Jama, yang disebut merupakan istri anggota kelompok teroris Abu Sayyaf.
Di lokasi penangkapan, aparat menyita sejumlah bom siap ledak berikut rompi untuk misi bunuh diri, dan sejumlah bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat peledak.
Menurut laporan intelijen setempat, Rullie merupakan istri dari Andi Baso, yang merupakan warga Indonesia yang menjadi anggota Abu Sayyaf, yang meninggal di dalam baku tembak dengan aparat Filipina di Sulu beberapa waktu lalu. Diduga ketiganya bersembunyi di wilayah perbukitan, dan akan menyelundupkan Rullie untuk menggelar serangan aksi bom bunuh diri di Zamboanga untuk membalas dendam atas kematian sang suami.
Badan Imigrasi Filipina menyatakan, Rullie adalah anak dari pasangan suami istri, Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh. Keduanya menjadi pelaku bom bunuh diri di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, Filipina, pada 27 Januari 2019.
Pasangan suami istri itu disebut menjadi anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Makassar, dan pernah mencoba bergabung dengan kelompok radikal ISIS di Suriah, melalui Turki. Namun, mereka tertangkap dan dideportasi.
Kepala Satuan Tugas Intelijen Imigrasi Filipina, Melody Gonzales, menyatakan mereka sudah mengajukan permohonan untuk mendeportasi Rullie. Namun, hal itu sepertinya baru akan dilakukan setelah Rullie menjalani hukuman jika dijerat dengan Undang-Undang Antiterorisme Filipina yang belum lama ini disahkan.