Jakarta – Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM), Dhahana Putra jalin kerja sama dengan Leimena Institute dalam rangka memperingati 75 tahun Deklarasi HAM. Acara yang mengangkat tema ‘Human Dignity and Rule of Law for a Peaceful and Inclusive Society’ ini akan mendiskusikan tentang Literasi Keagamaan dan Lintas Budaya (LKLB). Rencananya acara tersebut akan digelar pada 13-14 November 2023.
“Konferensi internasional ini akan diikuti berbagai narasumber baik nasional dan internasional, yang selaras dengan pelaksanaan 75 tahun duham pada 10 Desember nanti dengan tema Harmoni dalam Keberagaman,” ujar dia di Kemenkumham RI, Kamis (9/11).
Dia menjelaskan konpers tersebut nantinya akan menhadi wadah yang cocok untuk melakukan diskusi konsep martabat manusia, yang harus dihormati oleh semua orang tanpa memandang latar belakang, ras, jenis kelamin, dan status sosial.
Di waktu yang bersamaan, Senior Fellow Institut Leimena dan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam tahun 2016-2019, Alwi Shihab menjelaskan kalau diskusi tersebut cocok demi mencegah intoleransi di kalangan guru sekaligus memberikan pencerahan tentang hubungan lintas agama.
“Ada sinyalmen bahwa ternyata banyak guru-guru agama Islam, guru-guru agama di Indonesia cenderung intoleran. Ini sangat berbahaya kalau dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha dari pemerintah maupun organisasi-organisasi Islam dan Kristen,” ucap Alwi.
Sebab, kata Alwi, guru sangat berperan besar dalam menumbuhkan generasi muda kedepannya. Program LKLB melatih guru untuk menguasai tiga kompetensi yaitu pribadi, komparatif, dan kolaboratif.
“Intoleransi yang terjadi di dunia ini dan bahkan pertikaian sampai perang itu disebabkan adanya penafsiran-penafsiran keliru terhadap ajaran agama sehingga perlu kita menggali ajaran agama yang betul-betul bersumber dari prime source,” kata Alwi.
Dia menambahkan kalau di Indonesia, pengalaman program Literasi Keagamaan Lintas Budaya yang diadakan Institut Leimena bersama sedikitnya 20 mitra telah menghasilkan ribuan guru dan pendidik dari 34 provinsi di Indonesia, menjadi gambaran bagaimana literasi agama berlandaskan penghargaan harkat dan martabat manusia telah membangun modal sosial untuk masyarakat damai dan inklusif.