Kemenko Polhukam undang Tiga K/L bahas Rekomendasi Pencegahan Penyebaran Ideologi Radikalisme di Ruang Siber

Bekasi – Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Kemananan (Kemenko Polkam) telah melakukan identifikasi dan analisi masalah bidang penanganan kejahatan terorisme dengan salah satu isu permasalahan yang perlu segera untuk dirumuskan rekomendasi terkait penyebaran ideologi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme di media sosial.

Hal ini dikarenakan masih sering terjadi modus- modus operasi aktivitas terorisme di media sosial untuk menyebarkan narasi dan ajaran radikal seperti menanamkan paham takfiri (mengkafirkan pihak lain), anti-pemerintah, dan mempromosikan jihad kekerasan serta mempropagandakan aksi teror dengan tujuan untuk membangun citra positif kelompok teror dan menciptakan efek psikologis (teror) masyarakat luas.

Sebagai upaya untuk menanggulangi penyebaran narasi dan ajaran radikal di media siber, Kemeko Polkam melalui Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat menggelar Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Rekomendasi Pencegahan Penyebaran Ideologi Radikalisme, Ektrimisme dan Terorisme di Ruang Siber.

Dalam Rakor yang digelar di Avenzel Hotel, Bekasi, Selasa (9/12/2025) ini Kemenko Polkam   mengundang Kementerian / Lembaga (K/L) terkait yakni Kementerian Komonikasi dan Digital (Kemenkomdigi), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai narasumber utama untuk membahas hal tersebut.

Asisten Deputi bidang Koordinator Penanganan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa Kemenko Polkam, Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa, S.Ik., MH., dalam sambutannya saat membuka Rakor menjelaskan bahwa meski dalam dua tahun terakhir tidak terjadi serangan terorisme (zero attack), tetapi proses radikalisasi dan aktivitas terkail terorisme terus berlangsung. Upaya propaganda, pendanaan, hingga perekrutan terus terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Berdasarkan hasil identifikasi dan verifikasi yang dilaksanakan oleh tim gabungan, masih terdapat lebih dari 1.500 WNI yang teridentifikasi FTF di beberapa negara, seperti Suriah, Irak, Filipina, Afghanistan, Yaman, dan India. Dan bahkan masih ditemukan pendanaan aksi terorisme untuk membiayai aktivitas yang mereka lakukan,” ujar Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa.

Lebih lanjut almni Akpol tahun 1992 ini mengatakan bahwa ruang siber selama ini masih menjadi media paling banyak dan efektif di dalam melaksanakan propaganda penyebaran paham radikalisme dan ekstrimisme

Dikatakannya, tantangan terorisme saat ini yakni meningkatnya aktivitas siber terkait ekstrimisme radikalisme terorisme di media sosial. Karena media sosial ini menjadi peluang bagi kelompok teroris untuk melakukan propaganda, penyebaran ideologi radikal hingga perekrutan anggota baru.

“Perkembangan terorisme di ruang siber atau digital bersifat borderless, sehingga identifikasi akun medsos dengan memalsukan identifikasi sangat tinggi,” ujar Kepala Sekretariat Satgas Saber Pungli ini.

Mantan Kapolres Halmahera Utara ini mengatakan, meningkatnya aktivitas siber terkait ekstrimisme radikalisme terorisme di media sosial ini dikarenakan media sosial menjadi peluang kelompok teroris untuk melakukan propaganda, penyebaran ideologi radikal hingga perekrutan anggota baru.

“Perkembangan terorisme di ruang siber atau digital ini bersifat borderless, sehingga identifikasi akun medsos dengan memalsukan identifikasi sangat tinggi,” ujarnya.

Dirinya menyebut kendala dan permasalahan penanganan radikalisme terorisme di ruang siber dikarenakan belum adanya koordinasi yang optimal di antara K/L terkait di dalam penanganan aktivitas radikalisme dan eksrimisme yang mengarah kepada terorisme di medsos.

“Selain itu juga belum optimalnya kerjasama antara pemerintah sebagai regulator dengan pihak swasta penyedia platform media sosial di dalam pemantauan konten, takedown, dan verifikasi postingan terkait radikalisme dan ekstremisme yang mengarah kepada terorisme,” ujarnya.

Untuk itu melalalui Rakor ini dirnya berharap adanya saran dan rekomendasi dari masing masing  K/L terkait untuk mengatasi faktor-faktor kegagalan dalam pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Menko Polkam.

Sementara itu narasumber pertama yang diundang dalam rakor tersebut Dr. Nursodik Gunarjo, M.Si., selaku Direktur Komunikasi Publik, Ditjen KPM Kemkomdigi  mengatakan bahwa meningkatya rasio radikalisme dan ektrimisme di ruang siber  ini tidak lepas dari pengguna internet dimana ruang digital menjadi domain utama penyebaran radikalisme.

“Ditahun 2025 di  Indonesia memiliki 229 juta pengguna internet. Untuk itu kami dari Komdigi berperan melakukan literasi digital lalu monitoring konten media digital dan juga melakukan koordinasi komunikasi publik antar K/L,” ujar Nursodik.

Oleh karena itu pihak Komdigi menurutnya memberikan rekomendasi melalui berbagai cara seperti menyebarkan konten edukatif yang efektif dan efisien melalui perencanaan konten, pembuatan konten dan Diseminasi.

“Selain itu kami juga meningkatkan literasi bahaya radikalisme kepada masyarakat  melalui Above The Line (media massa digital), Below The Line (interpersonal pengguna gadget) dan Trough The Line (kampanye digital),” ujarnya.

Untuk itu menurutnya penting dilakukan koordinasi dengan K/L terkait dengan menjalankan  Inpres 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, serta melalui jalur Bakohumas dengan menerapkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 35 Tahun 2014 tentang Bakohumas dan Peraturan Meneg PANRB Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Tata Kelola Kehumasan di Lingkungan Instansi Pemerintah.

“Selain itu juga perlunya memperkuat implementasi dan kerja sama dengan K/L dan sektor privat seperti melakukan kolaborasi dengan platform media sosial untuk monitoring, verifikasi, dan takedown konten berbahaya,” katanya..

Sementara itu narasumber kedua, Adi Sulistyo selaku Ahli Muda Direktorat Operasi Keamanan dan Pengendalian BSSN menjelaskan bahwa kalau pihaknya selama 24 jam secara rutin telah melakukan patroli siber. Dimana BSSN melakukan monitoring harian terhadap aktivitas penyebaran ideologi radikalisme dan ektrimisme yang mengarah kepada terorisme di ruang siber

“Kami telah melakukan analisis isu sosikultural. Dimana BSSN melakukan analisa sebagai tindak lanjut atas hasil pemantauan terhadap isu kekerasan ektrimis untuk pendalaman motif dan aktor provokatif,” ujar Adi Sulistyo.

Dijelaskan Adi, BSSN selama ini juga sudah melakukan pengendalian konten negatif, dimana BSSN melakukan rekomendasi pemutusan akses kenten negatif dengan dilakukan sebagai tindak lanjut atas hasil pemantauan di media.

“Literasi dan edekukasi juga telah dilakukan oleh BSSN dengan cara menyebarkan pesan positif perdamaian dan edukasi siber sosial dengan tema SARA.,” ujarnya mengakhiri