Kemendikbudristek Harap Satuan Pendidikan Hapuskan Intoleransi

Jakarta – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meminta satuan pendidikan untuk menghapuskan intoleransi dan mencintai keberagaman yang ada di lingkungan pendidikan.

Wakil Ketua Sekretariat Kelompok Kerja Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Kemendikbudristek Julians Andarsa menyatakan hal tersebut harus dilakukan guna mewujudkan pendidikan yang berkeadilan.

“Intoleransi harus kita hapus untuk bisa menciptakan pendidikan berkualitas di mana pada akhirnya semua satuan pendidikan mencintai keberagaman dan mewujudkan pendidikan berkeadilan,” katanya dalam Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (1/3).

Julians menjelaskan setiap individu istimewa yakni memiliki karakteristik khas yang membedakan antara individu satu dengan lainnya sehingga saling menghargai setiap perbedaan sangat diperlukan untuk memperkaya dan saling melengkapi satu sama lain.

Perbedaan yang dimaksud meliputi perbedaan gender, fisik, ketertarikan, jenis kecerdasan, sosial ekonomi, agama dan kepercayaan hingga perbedaan suku.

Oleh sebab itu, Julians menuturkan anak-anak sejak dini perlu dilatih dan dibiasakan menerapkan keterampilan agar memiliki rasa saling toleransi terhadap keberagaman yang ada di lingkungan sekitarnya.

Keterampilan yang harus ditanamkan kepada anak sejak usia dini itu meliputi kreativitas, komunikasi, berpikir kritis dan kolaborasi.

Apabila anak tidak dilatih mencintai keberagaman maka akan ada beberapa konsekuensi yang dihadapi mulai dari kerugian terhadap diri sendiri hingga kerugian kepada lingkungan.

Untuk kerugian terhadap diri sendiri, anak akan kesulitan beradaptasi terhadap perubahan, kesulitan bekerja sama hingga tidak mampu bersaing di abad ke-21.

“Berpengetahuan saja tidak akan cukup untuk menghadapi dunia nyata. Intoleransi akan menghambat generasi muda saat berkarya dan mengembangkan diri,” ujarnya.

Sementara kerugian terhadap lingkungan akan terjadi karena anak akan selalu merasa paling benar, tumbuh prasangka dan stereotip hingga akhirnya memicu perundungan dan kekerasan.

Berdasarkan hasil assessment terkait persentase satuan pendidikan berdasarkan iklim kebhinnekaan menunjukkan bahwa sebanyak 32 persen satuan pendidikan di Indonesia telah membudayakan sikap kebhinnekaan.

Kemudian 59 persen satuan pendidikan di Indonesia masih perlu menguatkan sikap kebhinnekaan dan 9 persen satuan pendidikan perlu meningkatkan sikap kebhinnekaan.