Bangka – Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia, Nur Syam, menyebut tumbuh pesatnya radikalisme turut ditopang oleh pembiaran yang dilakukan oleh masyarakat. Da’i dan pegiat ceramah keagamaan lainnya diminta untuk ikut menanggulanginya.
“Aliran baru dan ajaran agama yang keras biasanya lahir karena adanya pembiaran oleh masyarakat terhadap lingkungan sekitar, sehingga paham radikalisme bisa berkembang bebas,” ungkap Nur Syam saat menjadi narasumber ahli dalam kegiatan Pelibatan Da’i dalam Program Islam Damai untuk Pencegahan Paham Radikal – Terorisme di Kabupaten Bangka, Bangka Belitung, Kamis (29/9/2016).
Nur Syam menambahkan, radikalisme bisa semakin berkembang karena adanya pelabelan Islam sebagai agama yang mengajarkan kekerasan.
“Di sini pentingnya da’i dilibatkan. Da’i harus bisa mensyiarkan Islam dengan santun untuk menggerus anggapan Islam mengajarkan kekerasan, untuk menghilangkan stigma Islam sebagai agama mendukung terorisme,” tambah Nur Syam.
Masih terkait pelabelan Islam sebagai agama yang mengajarkan kekerasan, hal ini disebut oleh Nur Syam banyak ditemukan pada artikel-artikel di dunia maya. Oleh karena itu Kementerian Agama mendorong da’i untuk merubah pola dakwah yang dilakukannya.
“Manfaatkan teknologi. Sekarang banyak artikel yang menyebut Islam seolah-olah mendukung terorisme di website-website. Da’i bisa mengkonter itu dengan membuat website juga, memperbanyak artikel-artikel tentang ke-Islam-an yang santun di dunia maya,” tegas Nur Syam.
Pelibatan Da’i dalam Program Islam Damai untuk Pencegahan Paham Radikal – Terorisme di Kabupaten Bangka dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan menggandeng Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kepulauan Bangka Belitung.
Selain dihadiri oleh Sekjend Kemenag, kegiatan ini juga menghadirkan 3 narasumber lainnya, yaitu Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Negeri Syeikh Abdurrahman Siddik (SAS) Bangka Belitung , Hatamara Rasyid, Tokoh Agama Bangka Belitung, H. Nasrin, dan Direktur The Nusa Institute, Mulyono Lodji.