Jakarta – Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta
mengingatkan para penceramah untuk tidak menjadikan masjid dan tempat
ibadah lainnya di ibu kota sebagai ajang politik praktis.
“Saya berharap masjid jangan dijadikan sebagai ajang politik praktis,
ajang adu domba, itu tidak benar,” kata Kepala Kanwil Kemenag DKI
Jakarta Cecep Khairul Anwar di Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Rumah ibadah seharusnya menjadi simbol kerukunan dan sarana untuk
menyebar benih-benih perdamaian antar umat. Oleh karena itu, pemuka
agama harus mampu memposisikan diri tanpa memihak golongan tertentu
saat menyampaikan khutbah atau ceramahnya.
Hal itu, kata Cecep, juga telah sejalan dengan isi dalam Surat Edaran
Menteri Agama Indonesia Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pedoman Ceramah
Keagamaan. Dalam aturan yang disahkan pada 27 September 2023 itu,
penceramah tidak boleh memprovokasi dan menyampaikan kampanye politik
praktis.
Pada poin E, secara spesifik dijelaskan ketentuan soal penceramah dan
materi ceramah seperti pengetahuan dan pemahaman keagamaan yang
moderat, sikap toleransi serta menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan, sikap santun dan keteladanan, serta wawasan kebangsaan.
Surat edaran itu juga mengatur mengenai materi yang disampaikan
penceramah harus bersifat mendidik, mencerahkan dan konstruktif, serta
meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Tidak hanya itu, materi ceramah juga harus menjaga pancasila, tidak
mempertentangkan RAS, tidak menghina, tidak memprovokasi masyarakat
untuk melakukan tindakan intoleransi, dan tidak bermuatan politik
praktis.
Sebagai tindak lanjut dari surat edaran itu, kata Cecep, Kemenag
melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan unsur pentahelix
lainnya akan menyosialisasikan pedoman itu ke seluruh rumah ibadah
yang ada di DKI Jakarta untuk dijadikan sebagai pedoman.
“Jakarta masih menjadi barometer nasional, sehingga harus bersama-sama
menjaga perdamaian dan kerukunan,”kata Cecep.