Kelompok Teroris JAD Ingin Perluas Daerah Perjuangan di Papua

Jakarta – Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra menyatakan terduga teroris anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ingin memperluas daerah perjuangan di Papua. Polisi baru-baru ini menangkap delapan terduga teroris di Papua anggota jaringan JAD.

“Dari hasil interogasi, para pelaku teror ini mengatakan Papua merupakan daerah perluasan perjuangan karena merasa terdesak dari berbagai daerah oleh aparat keamanan,” ujar Asep usai seminar nasional di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (19/12).

Namun dari pengakuan para terduga teroris, kata Asep, mereka tak berniat menjadikan Papua sebagai target aksi teror. Menurutnya, Papua hanya menjadi tempat pelarian setelah ada penangkapan terduga teroris di daerah lain.

“Seperti contoh beberapa waktu lalu ada penegakan hukum di Lampung, mereka lari ke Papua. Setelah ke Papua mereka aksi di Bekasi. Jadi tidak ada sama sekali mereka melakukan itu untuk di Papua,” katanya.

Densus 88 menangkap delapan terduga teroris di Papua sepanjang 6-7 Desember 2019.

Awalnya, Densus 88 hanya menangkap satu terduga teroris inisial KWN pada 6 Desember. Kemudian, penangkapan kembali dilakukan pada 7 Desember. Kali ini sebanyak tujuh terduga teroris diringkus oleh tim Densus 88.

Delapan terduga teroris itu diduga terlibat dalam jaringan JAD Lampung dan Medan.

Pada September 2019, Menteri Pertahanan yang kala itu dijabat Ryamizard Ryacudu menyebut ada kelompok terafiliasi ISIS di Papua yang terlibat dalam kerusuhan di Papua.

“Sebagai catatan, terdapat kelompok lain yang berafiliasi dengan ISIS telah menyerukan jihad di tanah Papua,” kata Ryamizard.

Pernyataan Ryamizard dibenarkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri yang saat itu dijabat Brigjen Pol Dedi Prasetyo.

“Semalam saya sudah konfirmasi ke Densus 88 kalau indikasi ISIS di Papua memang sudah terindikasi, betul jaringan ISIS di Papua,” ujar Dedi.

Dedi mengungkapkan kelompok terafiliasi ISIS tersebut merupakan jaringan JAD. Selama dua tahun terdeteksi di Papua, kata Dedi, mereka baru aktif selama setahun belakangan.