Subang – Meski kondisi bangsa Indonesia saat ini cukup aman dari aksi terorisme, namun masyarakat diminta untuk tidak lengah dikarenakan karena kelompok radikalisme masih bergentayangan sehingga tersebut harus dicegah sedini mungkin. Oleh karena itu persoalan radikalisme dan terorisme menjadi tanggung jawab bersama seluruh pihak.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPNT), Komjen. Pol. Dr. Boy Rafly Amar, MH, dalam keynote speakernya pada acara Dialog Kebangsaan antar Lembaga se-Jawa Barat dengan tema ” Meneguhkan Toleransi dan Menjaga Disintegrasi Bangsa” yang berlangsung di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ishlah, Desa Jatireja Kecamatan Compreng Kabupaten Subang, Kamis (1/12).
“Paham radikalisme dan terorisme tentunya dilarang keras di negara Indonesia, karena sangat berbahaya dan bisa menumbuhkan disintegrasi bangsa. Oleh karena itu pencegahan paham radikalisme dan aksi terorisme menjadi tanggung jawab kita semua,” ujar Komjen Pol Boy Rafli Amar .
Kepada para audience Kepala BNPT menjelaskan bahwa karakter dari kelompok atau orang-orang yang digolongkan sebagai teroris yaitu pertama, yaitu kelompok atau orang tersebut memusuhi konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 45 dan ideologi negara Pancasila.
“Kedua dia tidak suka dengan bertoleransi, dia intoleran. Kalau dia tidak sama keyakinannya dengan dia dianggap sebagai musuh, harus diperangi dan halal darahnya. Mereka mengajarkan seperti itu, tidak ada tabayyunnya dan tidak ada ukhuwahnya. Jadi ia berintoleransi dan eksklusif,” ujar alumni Akpol tahun 1988 ini.
Dimana menurutnya apa yang menjadi pemahaman kelompok radikal terorisme itu merupakan ideologi yang sifatnya transnasional yang tentunya bukanlah ideologi yang ditinggalkan oleh leluhur bangsa Indonesia.
“Leluhur kita meninggalkan hubbul wathon minal iman, mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman. . Tapi kalau kelompiok mereka justru ingin anak bangsa ini membenci dengan bangsanya sendiri,” ujarnya.
Lalu karakter lainnya menurut mantan Kapolda Papua ini, kelompok radikal terorisme ini selalu suka menggunakan narasi agama untuk disalahgunakan dalam melakukan dakwahnya dan mengedepankan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
“Pola menyalahgunkannya dia seperti berdakwah dalam ajaran agama. Tetapi di tengah jalan malah menghalalkan kekerasan dengan segala cara. Mereka mengatakan boleh membunuh, lalu dia mengatakan kalau tidak sesuai di bom saja. Ini yang harus diwaspadai oleh semuanya,” ucapnya.
Dari cara pola kerjanya dalam mencapai tujuannya tersebut menurutnya dapat menyebabkan efek sosial yang luas. Dan untuk menangkal itu umat Islam yang mayoritas harus melindungi umat yang minoritas, menjalankan syariat agamanya sesui dengan keyakinan dan kepercayaannya.
“Kelompok intoleran memberikan pemahaman yang sesat, terutama kepada anak muda. Ini sangat merugikan keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah disatukan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika yang sudah ada sejak jaman pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan,” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Karena menurutnya, intoleransi yang dilakukan kelompok radikla ini menyasar ke semua elemen anak bangsa. Mulai dari akademisi dan non akademisi serta berbagai profesi dan strata sosial yang ada di masyarakat. Untuk itulah menurutya perlu dibangun rasa saling hormat menghormati dan menghargai atas keyakinan dan kepercayaan umat yang majemuk.
“Untuk itulah penyebaran virus idiologi intoleransi yang sebenarnya bertujuan politik tersebut harus dibendung dan dihentikan karena mengganggu kondisi sosial dan politik bangsa yang majemuk di bawah dasar negara Pancasila dan UUD 1945,” katanya.
Dan untuk mencegah penyebaran virus intoleransi itu salah satunya adalah melalui organisasi kemasyarakatan seperti Nahdaltul Ulama (NU), Muhamadiyah dan ormas lainnya. Ormasi harus bergandeng tangan terus dalam membangun anak bangsa sebagai upaya untuk membentengi paham ideologi kebangsaan yang berbudaya luhur.
“Karakter Islam Nusantara menjadi sebuah benteng dalam memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam meneguhkan toleransi dan menjaga disintegrasi bangsa. BNPT sendiri telah membangun kerjasama dan kemitraan dengan NU dan Muslimat NU di tingkat pusat dan daerah,” jelasnya.
Oleh karena itu Kepala BNPT menyampaikan bahwa keberadaan Ponpes menjadi salah satu andalan bangsa dalam membangun sumber daya manusia yang berkarakter kebangsaan, menjungjung nilai-nilai budaya lokal yang berkepribadian Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Mari bersama-sama kita berjihad untuk memerangi terorisme dan keutuhan NKRI. Dan itu tentunya wajib dilaksanakan bersama sama,” kata mantan Kapolda Banten ini mengakhiri
Sementara itu Pengasuh Pondok Pesantren Al Ishlah, KH Ushfuri Anshor mengatakan, selain sebagai ajang sarana silaturahmi alim ulama, Kyai Pondok Pesantren untuk membangun dan mempererat tali ukhuwah insaniyah, acara ini sebagai sarana pembekalan pengetahuan tentang pencegahan dan bahaya terorisme.
“Karena sekarang ini kelompok radikal terorisme itu sedang berusaha keras untuk memasukan idenya agar supaya kita ini bisa mengikuti kehendak mereka. Naudzubillah min dzalik. Mudah mudahan kita selamat dan tidak terpengaruh,” ujar KH Ushfuri Anshor.
Oleh karena itu dirinya mengajak para masyarakat untuk selalu mewaspadai penyebaran paham radikalisme dan terorisme tersebut. “Mudah-mudahan tidak terjadi disini dan tidak ada seorang pun teroris di daerah kita,” kata KH Ushfuri mengakhiri.
Dalam kesempatan tersebut Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Barat (PWNU Jabar) KH. Dr. Abun Bunyamin, MA, yang turuthadir pada acara dialog tersebut mengungkapkan bahwa agar terhindar dari paham radikla terorisme, dirinya berpesan kepada santri untuk belajar agama dengan baik, cermat dan mendalam.
“Kami berharap kepada para kyai dan ulama untuk memberikan spirit dalam pengamalan agama yang rahmatan lil alamin. Kami juga berharap agar masyarakat, anak anak, santri untuk tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham yang tidak jelas. Apalagi arahnya kepada intoleransi dan radikalsime,” ujar KH Abun Bunyamin
Dirinya juga meminta kepada para santri untuk lebih tekun belajar agama yang menyangkut masalah kehidupan bernegara, berbangsa, bertanah air. “Pahamilah Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Karena dengan bagaimanapun paham radikalisme itu harus ditolak. Karena Islam mengajarkan utnuk hidup dengan baik dengan siapa pun dan agama apaun. Kita harus baik,” katanya
Turut hadir mendampingi Kepala BNPT yaitu Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi, Mayjen TNI Nisa Setiadi, SE, Direktur Pencegana, Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid dan plt. Kasubdit Kontra Propaganda Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko.