Tarakan – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) siap bekerja ekstra keras bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polri dalam menangani tindak pidana terorisme. Disahkankannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan diputuskannya Jamaan Anshorut Daulah (JAD) membuat koordinasi dan sinergi antara aparat penegak hukum wajib ditingkatkan.
“Perkara tindak pidana terorisme ini luar biasa. Bulan Juli saja, kami dari menerima 90 perkara. Penanganan tindak pidana teroris, tidak seperti Pidana Umum (Pidana). Jadi tidak semua jaksa paham betul mengenai tindak pidana teroris. Butuh kejelian, kecermatan, dan pengalaman dalam menangani tindak pidana teroris,” kata Direktur Tindak Pidana Teroris dan Lintas Negara Kejagung RI Sugeng Pudjianto, SH, MH saat menjadi narasumber pada Rapat Koordinasi (Rakor) Antar Aparat Penegak Hukum Dalam Rangka Penanggulangan Terorisme dan Pengamanan Asian Games XVIII di Tarakan, Kaltara, Kamis (9/8/2018).
Apalagi, lanjut Sugeng, setelah putusan kasus JAD, tugas aparat semakin banyak. Karena itu, Rakor Antar Aparat Penegak Hukum Dalam Rangka Penanggulangan Terorisme sangat penting untuk menyamakan persepsi agar penanganan perkara berjalan baik sehingga para pelaku tindak pidana terorisme tidak lolos dan di pengadilan mereka mendapat putusan yang tepat dan hakim memiliki pemahaman agar mereka tidak bebas.
Ia mengakui, keberadaan UU Nomor 5 2018 membuat akan banyak tersangka terorisme karena dalam UU itu orang baru niat melakukan aksi terorisme sudah bisa dihukum. Hal ini harus disepakati, sehingga tidak terjadi multitafsir di pasal 13a dan 12a. Secara umum, lanjut Sugeng, proses penuntutan tindak pidana terorisme sama dengan Pidum, hanya beda perkara dan penanganan saja.
“Kalau UU terdahulu tidak ada perpanjangan penahanan. Tapi sekarang lebih lama lagi, penyidik bisa menahan 4 bulan bisa ditambah 2 bulan lagi. Penangkapan juga begitu, kalau dulu 7 hari, sekarang 21 hari. Perbedaannya hanya disitu yang lain sama,” ungkapnya.
Sejauh ini, jelas Sugeng, di lingkungan Jampidum Kejagung, penanganan tindak pidana terorisme awalnya hanya sebatas Satgas Terorisme, yang dipimpin Kasatgas. Dengan adanya perubahan struktur yang baru, karena perkembangan perkara teroris semakin menaingkat, maka kebijakan Jaksa Agung, bahwa Kasatgas ditingkatkan menjadi Direktur Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara.
Ia berharap koordinasi seperti ini terus ditingkatkan karena kedepan tantangan penanggulangan terorisme akan semakin tinggi. Ia juga mengajak seluruh pihak untuk memahami betul isi UU Nomor 5 2018 untuk mewujudkan Indonesia yang aman dan nyaman, dan bebas dari aksi terorisme.