Bangsa Indonesia diharapkan lebih menguatkan kembali role model kebhinekaan yang menjadi ciri khas negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Keutuhan bangsa diharapkan tidak terkoyak dengan informasi bohong atau hoax yang kerap bermunculan di media sosial.
Fenomena informasi hoax saat ini menjadi perhatian, dan mempengaruhi sentimen keutuhan keberagaman di negeri ini.
“Hampir tidak ada yang bisa kita yakini sebagai kebenaran, informasi di media sosial nyaris mendekati hoax,” ujar Dosen Universitas Pamulang, Yusak Farchan, Jumat (3/2/2017).
“Indonesia sudah lama menunjukkan role model keberagaman, jangan diturunkan derajatnya lagi, ini harus dijaga, bagaimana agama Islam berdampingan secara damai dengan yang lain dan begitu juga sebaliknya. Jangan dirusak dg hal-hal yang tidak perlu,”
Masyarakat, lanjut Yusak, juga tak gampang termakan isu-isu yang sifatnya sensitif dan berbau permusuhan.
“Harus cek dan ricek, menggunakan akal sehat. Di sisi lain media juga diharapkan menjadi pilar demokrasi. jangan terlalu kebablasan,” jelas mantan pegiat Center for Electoral Reform (CETRO) ini.
Bahkan, kata Yusak, jelang pemilihan kepala daerah, intensitas percakapan di media sosial semakin tinggi. Berbagai konten informasi berseliweran di dunia maya, dan kebenaran konten informasinya ada yang benar dan tidak.
“Bahkan termasuk lembaga survei, kalau di era awal demokrasi, lembaga survei berusaha menjaga betul kepercayaan publik. Tapi saat ini semua cenderung menggiring opini publik sesuai dengan kepentingannya, tak tau mana yang benar, lalu siapa yang bisa dipercaya lagi?” tukasnya.
“Era Gus Dur dulu kita mampu menjaga toleransi dengan baik,” jelas Yusak.