Jakarta – Selama ini, kemiskinan dinilai sebagai salah satu penyebab munculnya radikalisme dan terorisme, disamping faktor ideologi. Namun, pendapat itu ternyata disanggah oleh pakar terorisme Sidney Jones.
Menurut Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) itu, orang miskin bukan menjadi target utama kelompok teroris dalam merekeut anggotanya. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada kaitannya antara kemiskinan dan radikalisme atau terorisme.
“Ada mitos berkembang di Indonesia bahwa kemiskinan adalah pendorong utama seseorang untuk menjadi teroris, itu tidak benar,” kata Sidney Jones di kantor Bengkel Diplomasi, Jakarta, Kamis (12/4), dikutip dari laman cnnindonesia.com.
Sidney menjelaskan jumlah teroris yang berasal dari masyarakat miskin sangat sedikit. Kelompok teroris merekrut anggotanya dari berbagai kalangan masyarakat. Anggota kelompok teroris berasal dari masyarakat dengan latar belakang ekonomi dan psikologis yang beragam.
Ia juga menyebut kerap kali kelompok teroris juga menyasar para pemimpin atau orang yang memiliki pengaruh untuk direkrut. Dengan merekrut pemimpin suatu golongan, kelompok teroris akan lebih mudah untuk memiliki massa yang lebih banyak.
“Mereka merekrut pemimpin suatu golongan dengan harapan si pemimpinnya akan ikut membawa pengikutnya,” terangnya.
Ia mencontohkan seorang simpatisan ISIS di Penjara Nusa Kambangan, Jawa Tengah yang bersikeras untuk merekrut terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir. Ba’asyir, memiliki jumlah massa yang cukup banyak.
“Mereka (simaptisan ISIS) tahu Ba’asyir punya massa yang banyak otomatis jika mereka berhasil merekrutnya, mereka akan mendapatkan anggota yang banyak,” terang dia.
Di sisi lain, Sydney juga menjelaskan media sosial mempunyai peranan yang besar dalam perekrutan teroris. Sosial media sering digunakan di sejumlah pengajian untuk merekrut militan dari Indonesia.
Menurut Sydney, calon anggota biasanya akan diiming-imingi sesuatu yang menarik. Setelah tertarik mereka akan dipanggil ke dalam sebuah pertemuan kecil. Media sosial menjadi penghubung dalam pertemuan kecil tersebut untuk digunakan sebagai penghubung antara calon anggota dengan ketua kelompok militan.
“Calon anggota akan diajak dan dilibatkan dalam sebuah rapat kecil yang sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu yang dapat ikut dalam pertemuan ini,” tandas Jones.