Solo – Direktur deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA menyebut radikalisme telah mulai masuk ke lembaga pendidikan; bukan hanya ke sekolah-sekolah menengah, ajaran kekerasan ini telah terdeteksi masuk ke kampus-kampus dan bahkan pesantren. Geliat ini terlihat dari adanya kalangan tertentu di lembaga pendidikan yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap Pancasila dan Demokrasi.
Penyataan ini disampaikan dalam dialog pelibatan kelompok masyarakat dalam menangkal paham radikal di Solo Raya, hari ini, Jumat (21/10/16). “Di kalangan kampus ada beberapa kalangan yang tidak setuju dengan konsep demokrasi dan pancasila, dan ini perlu diperhatikan,” tegasnya.
Tentang pesantren yang ia singgung telah tercemar radikalisme, Prof. Irfan menjelaskan bahwa pesantren itu bukanlah pesantren yang sesungguhnya, “Ada beberapa pesantren yang berkedok, sebenarnya (mereka, red) itu tempat cuci otak untuk santri-santrinya,” lanjutnya.
Ia menekankan pentingnya mewaspadai radikalisme, karena paham kekerasan ini memacu orang untuk beragama secara kasar namun tidak berdasar. Pada tingkatan tertentu, radikalisme bisa pula melahirkan terorisme. Karenanya penanganan terhadap radikalisme perlu dilakukan secara menyeluruh, holistik dan integral.
Pria asal Makassar ini juga mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap akses internet yang dilakukan oleh generasi muda. “Harus kita pantau anak-anak kita ketiak akses internet, jangan sampai mereka mengakses situs radikal dan pornografi.”