Kasus Kekerasan di Tangsel Sepatutnya Tak Boleh Terjadi di Indonesia
yang Junjung Tinggi Pancasila

Jakarta –  Kasus kekerasan terjadi saat sekelompok mahasiswa Katolik
Universitas Pamulang menggelar doa rosario di Tangerang Selatan
(Tangsel) beberapa hari kemarin. Video kekerasan itu viral di media
sosial. Polisi pun akhirnya turun tangan dan menetapkan empat orang
tersangka, termasuk ketua RT setempat.

Menanggapi kasus tersebut, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen
HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra menyesalkan
terjadinya kasus tersebut. Menurutnya kasus kekerasan semacam ini
sepatutnya tidak boleh terjadi di Indonesia yang menjunjung tinggi
pancasila.

“Jika ada ketidaksepahaman terkait pelaksanaan ibadah maka perlu
dialog dengan mengedepankan semangat toleransi dan hak asasi manusia
bukan menggunakan kekerasan,” ujar Dhahana di Jakarta, Selasa
(7/5/2024).

Dirjen HAM berharap pemerintah kota Tangerang Selatan, aparat penegak
hukum, FKUB dan para pemangku kepentingan setempat mampu bersinergi
untuk mencegah munculnya aksi-aksi kekerasan serta dapat menengahi
permasalahan ini dengan arif dan bijaksana. Pasalnya, dikhawatirkan
pembiaran terhadap aksi kekerasan akan menimbulkan potensi konflik ke
depan.

“Jika memang ada kendala dalam pelaksanaan ibadah, mudah-mudahan ini
dapat dibantu untuk difasilitasi sehingga hak beribadah yang dijamin
oleh konstitusi dapat terakomodasi dengan baik dan tentunya tertib,”
tuturnya.

Sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan
Moderasi Beragama bahwa keragaman agama dan keyakinan merupakan
anugerah Tuhan kepada Bangsa Indonesia yang mendasari perilaku warga
negara dan negara yang menempati posisi penting dan strategis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dhahana memandang persoalan berkaitan dengan toleransi antar umat
beragama perlu perhatian mendalam. Terlebih, menurutnya pada rakor
kepala daerah dan forkopimda di Sentul tahun lalu, Bapak Presiden
Jokowi menekankan pentingnya melindungi hak beribadah yang menjadi
amanat konstitusi.

“Hemat kami, tentu pernyataan Bapak Presiden Jokowi dalam rakor di
Sentul tahun lalu perlu menjadi pertimbangan seksama para kepala
daerah dalam menghadapi persoalan atau isu seputar kebebasan
beragama,” imbuhnya.

Lebih lanjut, diakui Dhahana upaya membangun pemahaman seputar isu
toleransi antar umat beragama merupakan pekerjaan yang tidak
sederhana. Di samping aspek regulasi dan penegakan hukum, Dhahana
meyakini diseminasi HAM yang berkesinambungan dan melibatkan pelbagai
pihak menjadi keharusan. Dengan demikian diharapkan ada peningkatan
pemahaman publik terkait toleransi secara gradual dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia.

“Dalam upaya membangun kesadaran pentingnya toleransi dan kebebasan
beragama, kami telah kolaborasi bersama mitra-mitra kerja sama untuk
melakukan diseminasi HAM dengan mengedepankan pendekatan martabat
manusia,” ujarnya.