Manado – Sebelum mengikuti pelatihan teknis, para calon duta damai dunia maya 2018 provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dibekali tentang pengetahuan perkembangan terorisme. Hal ini untuk memberikan pemahaman dasar agar saat menjadi duta damai dunia maya, para peserta sudah paham dan tugas dan perannya dengan baik. Pembekalan itu diberikan oleh Kasubdit Kontra Propaganda (KP) BNPT Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko.
“Terorisme tidak bersumber dari agama tertentu. Tidak ada agama tertentu yang mengajarkan terorisme. Jangan ada pikiran mencap suatu agama sebagai agama teroris, ini adalah pernyataan yang salah,” ungkap Drs. Sujatmiko di awal paparannya.
Ia mengungkapkan bahwa memahami terorisme itu harus komprehensif. Untuk aspek pencegahan terorisme kini dinaungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantan tindak pidana terorisme. Salah satu tindakan teror itu dilakukan dengan penyebaran ideologi. Hal itulah yang harus dicegah dengan program-program pencegahan yang salah satunya melalui duta damai dunia maya ini.
“Yang akan kita lawan bukan kelompok radikal tetapi adalah menyebarkan konten perdamaian kepada masyarakat yang rentan terpapar,” imbuh mantan Komandan Operasi Lanud Sam Ratulangi Manado ini.
Berbeda bila masyarakat tersebut sudah terpapar, lanjut Sujatmiko, maka program yang dilakukan adalah deradikalisasi. Mereka terdiri dari narapidana terorisme, mantan narapidana terorisme, keluarga, kelompok dan jaringannya.
Ia menjelaskan bahwa duta damai dunia maya melakukan pencegahan dengan memberikan ideologi yang benar kepada masyarakat, melakukan kontra propaganda dengan bahasa anak muda karena sasarannya anak muda, menyebarkan narasi positif di dunia maya.
Baca juga : Kasubdit KP Minta Duta Damai Dunia Maya Sulut Aktif Sebarkan Perdamaian
“Status duta damai adalah relawan dan akan memberikan manfaat kepada kalian semua dalam menapaki jenjang karir kedepan. Ini akan membawa banyak manfaat dan mendapatkan pahala. Jika muslim ada tiga pahala yang terus berjalan yaitu anak sholeh yang mendoakan orang tuanya, amal jariyah yang bermanfaat bagi orang lain dan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Drs. Sujatmiko juga menerangkan tentang tahapan orang menjadi teroris. Pertama adalah pra teror. Bentuknya adalah penyebaran ideologi, propaganda, indoktrinasi, dan rekrutmen, yang sasarannya adalah masyarakat dan kelompok rentan. Kebijakan yang dilakukan BNPT adalah membuat kontra radikalisasi dengan target memberikan daya tahan, daya tangkal, dan resistensi masyarakat menghadapi penyebaran dan proganda tersebut.
Kemudian aksi teror. Bentuknya adalah kekerasan dan ancaman Kekerasan dengan sasaran pelaku, pendukung dan simpatisan. Kebijakan yang dilakukan yaitu penindakan dan penegakkan Hukum dengan target penangkapan dan pengungkapan jaringan.
Setela itu pasca teror. Bentuknya adalah pembinaan dan pemulihan dengan sasaran korban dan mantan pelaku. Kebijakan yang dilakukan adalah deradikalisasi dengan target menghilangkan ideologi radikal dan pemulihan korban.
Ia mencontohkan, ada seorang PNS yang terkena paham radikal terorisme yaitu Yudi Zulfahri. Dia adalah lulusan IPDN dan terkena pengaruh radikal. Selain itu juga pelaku bom bunuh diri di Hotel Marriot yang dilakukan seorang anak muda berusia 18 tahun.
“Umurnya 18 tahun. Sama seperti umur kalian pada hari ini. Dia mengatakan jika dia mati maka akan mendapatkan 72 bidadari. Dia juga mengatakan bahwa yang dilakukannya bukan bom bunuh diri tapi fardhu ain,” tuturnya.
Radikalisme, tegas Sujatmiko, adalah paham yang menginginkan perubahan secara total. Nilai-nilai bangsa Indonesia dianggap salah. Narasi yang mainkan kelompok radikal terorisme yaitu jihad, hijrah, khilafah. Dan sering kali di salah tafsirkan doktrin mujahiddin, syahid. Artinya barang siapa yang mati dalam membela negara itu artinya dia mati syahid. Kata-kata ini sering digunakan dan disalah artikan. Seperti hijrah oleh kelompok radikal terorisme adalah hijrah dari pemahaman yang salah menurut mereka (pancasila dan UUD) kepada pemahaman Islam.
Tak salah bila radikalisme yang dikembangkan di Indonesia adalah anti Pancasila, anti Kebhinekaan, anti NKRI dan takfiri.
“Narasi hukum Allah yang mereka gunakan adalah apapun yang tidak bersumber dari hukum Allah dinamakan fasik dan zalim,” tegasnya.
Karena itulah, BNPT membentuk Pusat Media Damai (PMD). Tujuannya untuk melakukan kontra propaganda terhadap segala proaganda yang dilakukan kelompok radikal.
“Saya ingin meminta ide kalian untuk melakukan pencegahan yang baik terutama untuk pencegahan terorisme di kalangan generasi muda,” pungkas Drs. Sujatmiko.