Jakarta – Aksi terorisme yang tengah marak belakangan ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum di negeri ini. Tindakan yang telah banyak memakan korban jiwa dan materi tersebut tidak bisa ditolerir lagi. Untuk itu baik pelaku maupun simpatisan aksi terorisme dapat dipidanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
Hal ini disampaikan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian yang menyebutkan bahwa kewenangan kepolisian dalam menindak simpatisan aksi terorisme tersebut telah diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Menurut undang-undang baru, UU Nomor 5 Tahun 2017. Maka yang bersimpati pun kepada mereka (teroris) saat melakukan aksi itu. Maupun bagian dari kelompok, mereka itu bisa kami pidana,” ujar Tito di Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Senin (16/7).
Dilansir dari Cnnindonesia.com, Tito menyatakan telah memerintahkan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri mengungkap pihak-pihak yang terkait serangan bom bunuh diri di Surabaya, Jawa Timur pada Mei 2018 silam. Dia menyatakan semua pihak mulai dari ideolog, inspirator, pelaku, pendukung, pemberi anggaran, yang menyembunyikan terduga teroris, perakit bom hingga simpatisan harus ditangkap.
Kewenangan dengan UU yang baru disahkan itu, kata Tito, telah diterapkan oleh Detasemen Khusus 88 Mabes Polri yang memproses sekitar 50 orang yang ditangkap di dua kawasan di Bendungan Hilir dan Kemayoran, Jakarta Pusat, karena diduga terkait jaringan teroris tertentu.
Menurut Kapolri, hasil revisi beleid pemberantasan terorisme memberikan ruang bagi Polri untuk memeriksa para anggota jaringan terorisme sebelum melakukan aksinya.