Kajian UI Ungkap Pentingnya Pendataan Transaksi Ekonomi untuk Cegah TPPA dan Pendanaan Terorisme

Jakarta – Universitas Indonesia (UI) mengingatkan soal pentingnya
pendataan transaksi ekonomi untuk mencegah terjadinya tindak pidana.
Mulai dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TTPU) hingga pendanaan aksi
terorisme.

Hal itu tercantum dalam sebuah kajian yang mengambil sampel soal
aktivitas ekonomi di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dalam
kajian itu, ada 44 persen pedagang yang belum menerapkan sistem
transaksi tercatat. Artinya, sebagian besar para pedagang hanya
mengandalkan transaksi secara cash atau tunai.

Kriminolog dari FISIP UI, Adrianus Meliala mengatakan banyak aktivitas
ekonomi lokal yang saat ini belum terdata atau disebut sebagai
underground economy. Padahal, penerapan transaksi ekonomi terdata ini
terbilang mudah. Misalnya dengan menerapkan metode pembayaran
menggunakan sistem perbankan seperti transfer atau QRIS.

Dengan menggunakan metode itu, maka seluruh transaksi keuangan akan
tercatat dalam sistem perbankan.

“Jadi kalau kita beli sesuatu enggak tercatat, enggak bayar pajak,
maka yang tahu hanya kita berdua (penjual dan pembeli),” kata Adrianus
usai memaparkan hasil kajian di Polsek Pasar Minggu, Kamis
(3/10/2024).

Menurut Adrianus, transaksi ekonomi tak terdata itu bisa menjadi celah
atau pintu masuk terjadinya tindak pidana. Apalagi, transaksi semacam
ini juga tak bisa dilacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK).

Adrianus menyebut dengan pendataan ini akan memudahkan PPATK dalam
melacak transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan.

“Titik temunya dengan PPATK, harapannya agar studi ini juga membantu
mereka agar dari praktik-praktik ekonomi lokal tidak menjadi perantara
bagi kegiatan pencucian uang,” ujarnya.

Adrianus menilai, selama ini PPATK baru menjangkau transaksi keuangan
bernilai besar. Padahal, transaksi keuangan bernilai kecil semestinya
juga harus diawasi.

“Selama ini PPATK mainnya gede-gede, angka-angka miliaran, padahal
yang miliaran itu bersumber dari kecil-kecil, bersumber, berawal dan
berakhir, maka menjadi penting untuk PPATK turun ke bawah, ke
grassroot, ke ekonomi lokal dengan menyadari bahwa mereka belum
menyentuh ke ekonomi terdata itu,” tutur Adrianus.

“Padahal kan modal PPATK data, mereka tahu dari mana transaksi
mencurigakan rekening-rekening kan itu dari keuangan, kalau orang main
di luar itu gimana,” imbuhnya.

Dalam kesempatan sama Kapolsek Pasar Minggu Kompol Anggiat Sinambela
berharap kajian atau penelitian dari UI ini bisa menjadi pembelajaran
bagi warga Pasar Minggu, khususnya para pedagang.

Terlebih, kata dia, saat ini sistem pembayaran lewat perbankan juga
sedang digalakkan oleh pemerintah.

“Siapa yang tidak mengikuti, sekarang ini sudah harus punya rekening,
(kalau tidak) mesti ketinggalan, sama dengan pembayaran QRIS, itu
pasti ketinggalan, karena itu sekarang lagi naiknya untuk urusan
perbankan, itu harapannya,” ucap dia.

Lebih lanjut, Anggiat menyampaikan sejauh ini pihaknya belum menemukan
indikasi ada transaksi ekonomi di wilayah Pasar Minggu yang terkait
TPPU maupun pendanaan teroris.

“Belum ada indikasi, itu hanya mengaitkan dengan kejadian di tempat
lain, kalau di sini kan mereka berjibaku untuk hidup dari jam 11 malam
sampai jam 5 pagi, itu mereka tiap hari,” ujarnya.