Medan – Karya sastra diyakini bisa dijadikan sarana dalam pencegahan terorisme. Sastrawan asal Yogyakarta, Joko Pinurbo, menyebut 2 kandungan dalam sastra yang menjadikannya memiliki daya cegah.
Jokpin, demikian Joko Pinurbo disapa, mengungkapkan hal tersebut saat menjawab pertanyaan peserta kegiatan dialog Pelibatan Komunitas Seni dalam Pencegahan Terorisme di Medan, Sumatera Utara, Kamis (30/3/2017).
“Tadi ditanyakan apakah sastra bisa mencegah terorisme? Saya jawab bisa,” kata Jokpin.
Dikatakan oleh Jokpin, karya sastra mengandung fungsi mengembangkan rasa empati seseorang dalam proses pendewasaan diri.
“Ketika seseorang memiliki rasa empati, dia tidak akan mungkin tega melakukan aksi terorisme. Dengan rasa empati seseorang juga akan terhindar dari paparan paham radikal,” kata Jokpin.
Kandungan kedua dari sastra, masih kata Jokpin, adalah fungsi mengembangkan daya imajinasi. Dengan fungsi itu, seseorang yang membuat atau membaca karya sastra bisa terbuka nalarnya untuk mencegahnya melakukan perbuatan yang melanggar hukum. “Kita semua sepakat terorisme adalah pelanggaran hukum,” tandasnya.
Jokpin juga memberikan sarannya agar karya sastra bisa dimaksimalkan dalam upaya pencegahan terorisme, yaitu dorongan agar kelas pelatihan menulis kembali dihidupkan di sekolah-sekolah.
“Saat ini kelas sastra di sekolah-sekolah sudah sangat minim. Padahal ketika siswa disibukkan dengan aktifitas menulis puisi, sajak, cerpen, atau karya sastra yang lainnya, kecil kemungkinan mereka terpapar paham radikal dan terorisme,” pungkas Jokpin.
Kegiatan Pelibatan Komunitas Seni dalam Pencegahan Terorisme di Medan dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Utara. Kegiatan serupa akan dilaksanakan di 32 provinsi se-Indonesia di sepanjang tahun 2017. [shk]