Jakarta – Dinamika politik dalam iklim demokrasi meniscayakan gejolak aspirasi dan akomodasi. Namun, saluran aspirasi tentunya harus juga memperhitungkan subtansi tujuan dan efektifitas cara mencapai tujuan. Jangan sampai penyaluran aspirasi ini dimanfaatkan oleh kelompok tertentu dengan narasi-narasi yang meradikalisasi menuju anarki.
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa sesungguhnya jika ada perbedaan pendapat dan pandangan itu harusnya dicarikan titik temu solusinya. Masyarakat juga harus selektif dan cerdas dalam memilah informasi agar tidak terpancing provokasi apalagi sampai berbuat anarkis.
”Demokrasi dijalankan dengan kebebasan untuk menjamin aspirasi, tapi merusak fasilitas umum, menghancurkan fasilitas negara itu tidak bisa ditolerir, harus ditindak tegas. Karena ini bisa merusak keadaban kehidupan berbangsa dan bernegara kita,” ujar Benny Susetyo di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Pria yang akrab disapa Romo Benny menyebutkan bahwa sebetulnya tindakan anarkis ini adalah pelanggaran terhadap hak publik dan juga pelanggaran terhadap orang untuk mendapatkan rasa aman, tentram dan damai. Padahal menurutnya setiap ada pelanggaran-pelanggaran konstitusi harusnya masuk dalam Judicial Review (JR) yaitu lewat Mahkamah konstitusi (MK).
”Pemerintah dalam hal ini juga harus lebih transparan, kemudian memberi respon kepada masyarakat melalui tanggapan terbuka sehingga tahu keberatannya dimana. Dan tentu sudah ada kesempatan untuk melakukan JR. Maka adu argumen dan data saja disitu,” tutur Benny.
Lebih lanjut, pria kelahiran 10 Oktober 1968 itu menuturkan bahwa di MK sudah ada mekanisme untuk menentukan perkara ini, maka sebaiknya dilakukan saja uji materi di sana. Jangan malah melakukan tindakan anarkis. Ketika anarkis terjadi, Benny menyebut bahwa pemerintah harus tegas dan berani memutus tali kekerasan dengan menindak siapapun pelaku, provokator serta penyandang dananya.
”Itu harus transparan diungkapkan ke publik, supaya tidak menimbulkan salah penafsiran yang berbeda-beda. Karena ini pelanggaran hukum yang tidak ada kaitannya dengan motif-motif yang lain. Masyarakat juga jangan terpancing dengan wa-wa grup yang memprovokasi untuk merusak itu,” ucap pria kelahiran Malang itu
Dan masyarakat, menurutnya juga harus melihat persoalan itu secara utuh jangan sepotong-sepotong. Karena pemberitaan yang tidak utuh inilah kemudian masyarakat terprovokasi, maka harus cerdas dan selektif dalam memilah pemberitaan-pemberitaan itu sehingga masyarakat tidak mudah terprovokasi dan terjebak dalam hal itu.
”Maka media harus mampu juga memberitakan kebenaran karena peranan media sangat penting untuk membangun dialog yang konstruktif dan tidak emosional. Maka kita berharap media massa itu menggunakan strategi yaitu media damai,” terangnya.
Selain itu, Benny juga prihatin atas maraknya keterlibatan anak-anak sekolah khususnya SMA/SMK dalam aksi yang berujung anarkis ini. Menurutnya anak-anak ini mudah terprovokasi hingga melakukan vandalisme sebagai cara mengatasi masalah yang sebetulnya itu salah. Karena itu menurutya berarti ada yang salah dalam sistem pendidikan kita hari ini.
”Kita gagal dalam pendidikan kritis untuk membangun karakter pendidikan itu. Sehingga anak-anak akhinya menjadi objek dari eksploitasi. Karena anak-anak itu sebetulnya kurang memahami masalah dan realita tapi lebih digerakkan oleh emosi dan solidaritas,” ungkap Benny.
Menurutnya hal ini adalah pekerjaan rumah besar bagi menteri pendidikan untuk berani mengoreksi sistem pendidikan yang ada. Harus dicarikan solusinya agar anak-anak sekolah ini punya harapan untuk masa depannya. Arahkan energi mereka untuk menambah keterampilan, bukan untuk brutalisme.
”Kalau anak-anak itu mampu kreatif dan inovatif serta berpikir kritis maka mereka tidak akan mudah terjebak ke dalam vandalisme itu,” ujarnya mengakhiri.