Jakarta – Propaganda paham radikalisme dan aksi terorisme yang terjadi di Indonesia selalu menjadikan kata jihad (berperang di jalan Allah) dan syahid (mati di jalan Allah) sebagai ‘senjata’ untuk membenarkan tindakan mereka. Padahal, dalam Al Quran dan Al Hadits telah disebutkan bahwa jihad dan syahid itu hanya terjadi kalau terjadi perang juga bukan untuk melawan pemerintah, apalagi dengan melakukan teror bom dan kekerasan.
“Jihad dan syahid itu bukan dengan mengangkat senjata melawan pemerintahan yang sah dan melakukan pengrusakan, apalagi teror yang membuat orang takut. Jadi tidak ada hubungannya antara jihad dan syahid dengan aksi-aksi terorisme yang terjadi, baik dalam maupun luar negeri. Mereka tidak paham makna sebenarnya jihad dan syahid dan jelas tidak mengerti Islam. Kalau mereka mengerti, Islam itu lembut, indah, rahmatan lil alamin. Itulah inti ajaran Islam,” jelas Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail di Jakarta, Selasa (29/3/2016).
Prof Satori melanjutkan bahwa, sejak dulu warisan Islam itu adalah kelembutan. Contohnya, Islam menyuruh umatnya untuk berdakwah secara hikmat, begitu juga dalam memberikan nasehat juga harus baik. Bahkan kalau perlu dialog, juga harus dilakukan dialog yang baik. Intinya, dalam Islam tidak ada namanya pengrusakan, apalagi teror dan kekerasan.
Menurutnya, dalam Islam berjihad itu bisa dengan berbagai macam cara, bisa menggunakan harta, tenaga, kekuatan, jiwa, dan lain-lain. Contohnya saat terjadi penjajahan Belanda dahulu. Karena Islam menentang berbagai bentuk penjajahan, maka waktu itu umat Islam berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Baik berjuang dengan alat ekonomi, budaya, dan mengangkat senjata. Dalam konteks ini, perjuangan itu jelas adalah jihad dan bila dalam perjuangan itu meninggal, Insya Allah syahid.
“Ketika kita sudah tidak dijajah secara fisik, maka perjuangan kita bukan angkat senjata. Tapi dengan memerdekaan negeri ini dari berbagai pengaruh asing, kemiskinan, sehingga bangsa Indonesia menjadi negara yang adil dan makmur sesuai UUD 45,” tutur Prof Satori.