Berlin – Menteri Dalam Negeri Jerman, Horst Seehofer menyebut ada gerakan “sayap kanan” yang sangat ekstrem, dan hal itu menjadi “ancaman keamanan terbesar di negara kita.”
“Latar belakang rasis untuk tindakan ini, dalam pandangan saya benar-benar tidak perlu dan tidak dapat direlatifkan,” ujar Horst, seperti dikutip dari DW Indonesia, Minggu (23/2).
Sebagai konsekuensi dari serangan Hanau pada hari Rabu 19 Februari lalu, Seehofer mengatakan tempat ibadah akan dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Polisi juga akan dikerahkan di stasiun kereta, bandara, dan daerah di sepanjang perbatasan.
Seehofer memperingatkan bahwa reaksi kemarahan atas penembakan di Hanau tidak dapat dikesampingkan. Rencana peningkatan keamanan telah mendapat dukungan dari pemerintah dan polisi negara bagian.
Komisaris Integrasi Pemerintah Jerman, Annette Widmann-Mauz, menyerukan lebih banyak aksi untuk memerangi Islamofobia. Muslim, Yahudi, dan orang-orang dengan latar belakang imigran merasa semakin terancam.
“Sekarang semakin penting untuk melakukan segala yang kami bisa untuk melindungi mereka,” kata Widmann-Mauz. Ia mengusulkan pembentukan komisi ahli dan kontak darurat di seluruh negeri untuk siapa pun yang terancam.
Pekerjaan pencegahan yang baik harus mendapatkan pendanaan berkelanjutan, kata Widmann-Mauz. “Kita tidak bisa menunggu serangan berikutnya.”
Zekeriya Altug, juru bicara Komunitas Islam Turki untuk Urusan Agama (DITIB) yang berbasis di Cologne, mendukung komisi ahli yang diusulkan Widmann-Mauz. Masalah Islamofobia harus diakui, Altug mengatakan, topik itu juga harus menjadi bagian dari agenda di Konferensi Islam Jerman.
Sebelumnya pada hari Kamis 20 Februari 2020, pemerintah North Rhine-Westphalia (NRW) memperkuat langkah-langkah keamanan untuk muslim.
Menteri dalam negeri negara bagian itu, Herbert Reuel, mengatakan bahwa polisi akan berpatroli di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya muslim, termasuk 900 masjid di seluruh NRW.